JAKI Siap Bantu Pemerintah RI di Banding Soal Ekspor Nikel di WTO
Organisasi Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) berencana membantu pemerintah, dalam proses hukum banding WTO.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah memutuskan mengambil langkah banding usai kekalahannya dalam gugatan Uni Eropa terkait hilirisasi menyangkut pelarangan ekspor bijih nikel mentah.
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2019 tentang Pelarangan Bijih Nikel yang ditetapkan sejak 1 Januari 2020.
Peraturan Menteri ini kemudian digugat oleh Komisi Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) dalam Panel WTO yang didasari Pasal XI ayat 1, yang intinya menyebut tidak ada pelarangan impor ekspor produk apa pun.
Organisasi Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) berencana membantu pemerintah, dalam proses hukum lanjutan yang ditempuh berikutnya tersebut.
"Menanggapi persoalan ini, kami dari JAKI secara inisiatif akan ajukan diri sebagai pihak ketiga, intervensi mewakili kelompok masyarakat sipil untuk berpartisipasi memenangkan upaya banding Indonesia di Badan Banding WTO," kata Koordinator Eksekutif JAKI, Yudi Syamhudi Suyuti, Senin (19/12/2022).
Baca juga: Hadapi Potensi Resesi di 2023, Ganjar Pranowo Sebut Transisi Energi Nikel Buat RI Punya Posisi Tawar
Upaya ini, kata dia merupakan bentuk partisipasi publik terhadap pemerintah dalam memperjuangkan hilirisasi produksi nikel di Indonesia.
Keterlibatan JAKI sebagai pihak ketiga dalam panel banding antara pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa, kata Yudi akan disampaikan melalui tindakan amicus curiae.
Amicus curiae adalah individu atau organisasi yang bukan merupakan para pihak dalam suatu perkara, namun diizinkan untuk membantu pengadilan dengan menawarkan informasi, keahlian, atau wawasan yang memiliki kaitan dengan masalah dalam kasus tersebut
"Pengajuan ini akan kami sampaikan melalui appellate body, di mana diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan DSU (Dispute Settlement Understanding) atau perjanjian yang tercakup sesuai Pasal 17 ayat 9," kata Yudi.
Selain itu, lanjutnya, menurut Pasal 13 DSU, Badan Banding dapat mencari informasi yang relevan.
"Tentu dalam hal inisiatif JAKI sebagai organisasi masyarakat sipil memiliki keterkaitan hukum dengan pemerintah negara Indonesia dalam mendorong sistem tatanan global yang bersifat multinasional dan bukan bersifat globalisasi yang menghasilkan kehancuran demokrasi nasional dan internasional," kata Yudi.
"Di sini peran masyarakat sipil untuk mendorong terjadinya demokratisasi dalam globalisasi," imbuhnya.
Baca juga: PP Presisi Kembali Kantongi Kontrak Baru Jasa Pertambangan Nikel Senilai Rp1,8 Triliun
Dengan adanya pihak ketiga, intervensi melalui amicus curiae ini, kata Yudi, panelis Badan Banding dapat memutuskan keputusan setara yang saling menguntungkan antara Indonesia dan Uni Eropa.
Sehingga, berdampak pada kemajuan di tingkat lokal, nasional dan global dalam hal hilirisasi produksi nikel di Indonesia.
Untuk memastikan keterkaitan hukum ini, JAKI menurutnya telah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Desember 2022 lalu.
"Kami juga akan menggalang dan menginternasionalisasi permasalahan ini ke jaringan organisasi masyarakat sipil global untuk membuat komunike bersama melalui konsensus demokratisasi dalam globalisasi produk perdagangan."
"Hal ini akan kami dorong melalui gerakan people to people untuk memenangkan Indonesia yang menghasilkan keuntungam bersama untuk rakyat Indonesia dan warga dunia," tandasnya.