Belanda Minta Maaf atas Perbudakan 250 Tahun, DPR Minta Aset Leluhur Indonesia Dikembalikan
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas keterlibatan negaranya dalam perbudakan pada zaman kolonialisme selama 250 tahun.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas keterlibatan negaranya dalam perbudakan pada zaman kolonialisme selama lebih kurang 250 tahun.
Rutte menyebut perbudakan pada masa lalu itu yang konsekuensinya masih berlanjut hingga hari ini sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan".
”Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya di Den Haag, Senin (19/12/2022) lalu.
Baca juga: Menlu Belanda Ungkap Rencana Kehadiran PM Rutte pada KTT G20 RI di Bali
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.
Dalam pernyataan tersebut Rutte mengatasnamakan negara Belanda.
Dia mengungkapkannya dalam sebuah pidato yang disiarkan di seluruh negeri dari kantor arsip nasional Nationaal Archief (NA).
Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar negeri negara Eropa itu, termasuk Suriname dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia, dan Indonesia.
Baca juga: Peserta Napak Tilas KAA: Bangsa Asia-Afrika Harus Bersatu Lawan Kolonialisme dan Imperialisme Barat
"Selama berabad-abad negara Belanda dan perwakilannya telah membiarkan dan melakukan perbudakan dan mendapat untung darinya. Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan.
[Namun] negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," tambahnya.
Permintaan maaf ini merupakan respons Rutte terhadap sebuah panel penasihat nasional pada 2020. Forum itu dibentuk usai pembunuhan pria kulit hitam, George Floyd, oleh kepolisian Amerika Serikat (AS).
Peristiwa tersebut memunculkan gerakan anti-diskriminasi besar di seluruh dunia. Dalam panel terkait, partisipasi Belanda dalam perbudakan disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pihaknya lantas merekomendasikan agar pemerintah memberikan permintaan maaf dan reparasi pada 2021.
Rutte mengatakan pemerintahnya menerima kesimpulan panel tersebut, termasuk bahwa perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kendati demikian, Rutte mengesampingkan reparasi. Belanda justru menyiapkan dana pendidikan sebesar EUR 200 juta (Rp 3,3 triliun).
Baca juga: Tinggalkan Hukum Ala Penjajahan Belanda, Pakar Hukum Berharap RUU KUHP Segera Disahkan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.