Ahli Pidana: Pelaku Pembunuhan Berencana Ada Unsur Tidak Pasif, Kesengajaan dan Punya Jeda Waktu
Perlu adanya kepenuhan unsur kesengajaan dari pelaku dalam kasus pembunuhan berencana pada peristiwa pidana yang diatur dalam pasal 340 KUHP.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali menyatakan, perlu adanya kepenuhan unsur kesengajaan dari pelaku dalam kasus pembunuhan berencana pada peristiwa pidana yang diatur dalam pasal 340 KUHP.
Tak hanya itu, perencanaan pembunuhan tak terbatas waktu yang jelas juga menjadi unsur dalam tindak pidana tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
Keterangan itu diungkap Mahrus saat dihadirkan kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli meringankan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Kemudian unsur sengaja delik itu berkonsekuensi dan dianggap terbukti perbuatan yang dilarang rumusan pasal. Setiap orang yang merampas nyawa, atau dengan kekerasan, penggunaan itu dilakukan sengaja. Unsur memang bisa dicantumkan atau tidak dicantumkan dalam KUHP yang Neo-klasik bahkan lebih berat ke klasik," kata Mahrus dalam persidangan, Kamis (22/12/2022).
Baca juga: Ferdy Sambo Bakal Hadirkan Saksi Ahli Meringankan dalam Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir J Hari ini
Oleh karenanya dalam setiap perkara pidana dugaan pembunuhan berencana, jaksa harus membuktikan bahwa para pelaku harus memenuhi unsur yang dimaksud.
Tak hanya itu, dalam perkara pembunuhan berencana juga pelaku dapat dipastikan aktif, sebab menurut Mahrus, dalam perkara pembunuhan berencana maupun pembunuhan biasa, tidak dimungkinkan pelaku hanya bersifat pasif sehingga dapat merenggut nyawa orang lain
"Tidak mungkin ada pembunuhan secara rencana itu dilakukan pasif. Tidak mungkin. Dari perbuatan dia itu menyebabkan matinya orang. Pembuktian hubungan kausal, matinya korban karena perbuatan pelaku," kata Mahrus.
"Itu kemudian pasal itu yang sama dari pasal 338 dan 340 tapi konteksnya pasal 340 ada penambahan unsur, dengan rencana terlebih dahulu. Ini delik berkualifikasi, ada penambahan unsur. Pidananya diperberat. Mati hukumannya bila terencana dilakukannya," sambungnya.
Baca juga: Saksi Ahli Sebut dari 53 ada 3 Rekaman CCTV Paling Krusial dalam Rangkaian Pembunuhan Brigadir J
Kemudian kata dia, dalam peristiwa pembunuhan berencana juga dilakukan karena ada jeda waktu.
Akan tetapi, jeda waktu tersebut tidak dibatasi jam, hari, minggu atau waktu lainnya.
"Relatif lama pelakunya tidak bisa jadi relatif singkat pelaku memikirkan dengan baik segala akibatnya. Dengan cara apa melakukan itu," kata Mahrus.
Apalagi, dalam proses perencanaan pembunuhan dipastikan ada proses penghilangan jejak.
Sehingga, upaya pembunuhan berencana memerlukan proses perencanaan yang tak dibatasi waktu tertentu.
"Apa yang dilakukan untuk menghilangkan jejak. Jejak itu harus muncul di awal saat dia ada jeda disitu dia muncul dengan cara apa, dimana melakukan dan bagaimana menghilangkan jejak," tukas dia.
Baca juga: Rekaman CCTV Diputar, Ferdy Sambo Tak Pakai Sarung Tangan hingga Bharada E Dituduh Berbohong
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Baca juga: Kuat Maruf Bersyukur karena Rekaman CCTV Diputar di Ruang Sidang: Jadi Ketahuan Saya Naik Turunnya
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.