Hakim Pertanyakan Baiquni Wibowo yang Hanya Salin Rekaman CCTV pada 8 Juli: Kenapa Langsung Paham?
Hakim awalnya bertanya soal cara Baiquni menyalin rekaman file CCTV dari DVR yang telah diberikan oleh Chuck Putranto.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Baiquni Wibowo dicecar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait hanya menyalin rekaman CCTV komplek Polri di tanggal 8 Juli 2022 sore saja.
Hal itu dilakukan saat Baiquni menjadi saksi dalam sidang perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa Irfan Widyanto, Jumat (23/12/2022).
Hakim awalnya bertanya soal cara Baiquni menyalin rekaman file CCTV dari DVR yang telah diberikan oleh Chuck Putranto.
"Peng-copy-an dilakukan sendiri?" tanya hakim ketua Afrizal Hadi kepada Baiquni.
"Sendiri, Yang Mulia. Karena Chuck minta tolongnya kepada kami," jawab Baiquni.
"Bagaimana cara saudara copy kan itu DVR?" tanya hakim.
"Pada saat itu kami merapat ke kantor, ke ruang rapat di spri Propam. Kami coba hubungkan dengan laptop kami. Seingat kami pada saat itu coba hubungkan itu tidak ada tampilan," jawab Baiquni.
Saat itu, Baiquni mengaku ada tiga DVR CCTV yang diterima dari Chuck. Namun, hanya satu DVR yang memunculkan gambar rekaman di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.
Baca juga: Hakim Soroti Gerak-gerik Ferdy Sambo Tak Turun dari Mobil di Depan Gerbang Rumah Duren Tiga
"Saudara coba tiga-tiganya?" tanya hakim.
"Siap," jawab Baiquni.
"Yang bisa dilihat yang mana?" timpal hakim.
"Hanya satu, merk g-lenz," ujar Baiquni.
Baiquni lalu mengaku hanya menyalin rekaman CCTV yang terjadi di tanggal 8 Juli mulai dari pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB. Hakim lalu bertanya alasan penyalinan di rentang waktu spesifik tersebut.
"Apa sebelumnya Chuck ada katakan untuk lihat copy dari jam tertentu?" tanya hakim.
"Seingat kami tidak ada," jawab Baiquni.
"Kenapa saudara bisa pilih tentukan jamnya pada jam 16 lebih kurang 2 jam?" tanya hakim.
"Pada saat kami terima DVR dari Chuck kami tidak paham itu DVR dari mana. Pada saat kami buka pemikiran kami itu tampilan dari CCTV kompleks. Karena dari kompleks," tutur Baiquni.
Lalu, hakim pun memotong keterangan Baiquni dan bertanya mengapa Baiquni langsung paham dan menyalin rekaman CCTV di rentang waktu itu meski tak ada perintah.
"Kan itu banyak tuh setidaknya bertahan satu mingguan kan banyak tuh. Kenapa saudara bisa langsung pilih tanggal 8 dengan rentang waktu jam 16 sampai 18?" tegas hakim.
"Mohon izin setelah kami buka pertama itu tampilan CCTV di sekitar kompleks. Kami langsung nalar yang diminta dilihat dan di-copy itu terkait kejadian," ungkap Baiquni.
"Apa Chuck ada perintah itu?" tanya hakim.
"Tidak," jawab Baiquni.
"Kenapa saudara langsung paham menentukan bahwa yang mau direkam ini terkait kejadian tanggal 8 Juli?" tutur hakim.
"Karena pada saat ksmi buka pertama itu tampilan rekaman itu rekaman di sekitar kompleks makanya kami langsung nalar itu yang diminta terkait kejadian. Makanya kami sebelumnya tahu dari media kejadian tanggal 8 (Juli) sekitar pukul 17.00 WIB," ucap Baiquni.
"Saudara kan nggak tahu ini ditembak atau tembak menembak?" tanya hakim.
"Siap. Setelah kami tahu kami langsung pilih rekaman tanggal 8 jam 17 kami lihat secara umum yang paling banyak pergerakan di rekaman itu. Karena mohon izin kami tidak tahu apa kejadiannya jadi kami ambil satu jam ke atas dan satu jam ke bawah," jawab Baiquni.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.