11 Poin Penting Hasil Tes Psikologis Bharada E: Cenderung Patuh, Terbukti Jujur, Alami Hipomania
Psikolog Klinis, Liza Marielly Djaprie, membeberkan hasil tes psikolog Bharada E.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Klinis, Liza Marielly Djaprie, hadir sebagai saksi ahli untuk meringankan Richard Eliezer (Bharada E) dalam sidang lanjutan kasus Yosua Hutabarat (Brigadir J), Senin (26/12/2022).
Dalam keterangannya sebagai saksi ahli, Liza membeberkan hasil tes psikologis Bharada E sejak awal ditetapkan sebagai tersangka.
Liza telah mendampingi Bharada E sejak Agustus 2022 lalu, atas permintaan kuasa hukum Eliezer, Ronny Talapessy.
Menurut Ronny, Liza berperan besar bagi perubahan psikologis Bharada E.
“Ibu Liza ini yang mendampingi pada saat di penyidikan dan mengikuti proses bagaimana seorang Bharada E yang awalnya mudah ketakutan, trauma, tekanan, karena situasinya situasi yang tidak mudah untuk dia," ujar Ronny ditemui sebelum persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, dikutip dari Kompas.com.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini poin-poin penting hasil tes psikologis Bharada E menurut Liza:
Baca juga: Profil Liza Marielly Djaprie, Saksi Ahli di Sidang Bharada E, Dampingi Eliezer sejak Agustus 2022
1. Cenderung patuh sejak kecil
Liza mengungkapkan Bharada E semasa kecil adalah sosok yang sangat patuh dan bersikap manis.
Selain itu, Bharada E juga suka menolong orang di sekitarnya.
"Betapa Richard itu dari kecil, dia anak kedua dari dua bersaudara, dua-duanya laki-laki, anak yang cenderung dari kecil sekali patuh, manis selalu mencoba untuk menolong," ungkap Liza.
2. Lebih suka menghindari konflik
Lebih lanjut, Liza mengungkapkan masa sekolah dasar (SD) Bharada E yang lebih suka menghindari konflik.
Menurut hasil anamnesa dengan Bharada E dan orang tuanya, Richard Eliezer pernah bertengkar dengan teman saat SD.
Namun, Bharada E tak membalas dan memilih pulang ke rumah meski sambil menangis.
"Pernah beberapa kali pada saat fase Sekolah Dasar (SD) itu berantem dengan teman, tapi pulang ke rumah itu lebih meneteskan air mata terus ditanya sama Mamanya, kenapa enggak melawan, menurut dia enggak apa-apa sudahlah biarin aja," urai Liza.
"Jadi dia punya karakter tertentu. Salah satu yang dari kecil terlihat dari Richard adalah patuh atau menghindari konflik dan cenderung, selalu mencoba untuk menjaga kedamaian," tambahnya.
3. Pernah terlibat tawuran saat SMP
Kendati demikian, Bharada E pernah terlibat tawuran saat duduk di bangku SMP.
Namun, Liza menilai apa yang dilakukan Bharada E merupakan proses pencarian jati diri yang termasuk wajar.
"Dia juga sempat agak-agak bandel lah nakal dalam itu sekitar SMP jadi mengenal tawuran. Hal yang buat secara wajar masih dalam porsi yang normal karena memang pada fase remaja cenderung lebih ngikutin peer group kelompoknya," tuturnya.
Baca juga: Ahli Psikologi Sebut Bharada E Miliki Gejala Hipomania Dominan
4. Tak lagi bandel saat SMA
Ketika Bharada E masuk ke jenjang SMA, Liza mengungkapkan terdakwa pembunuhan Brigadir J ini berubah menjadi pribadi lebih baik.
Bharada E berhenti nakal dan mulai mengikuti kegiatan positif, seperti panjat tebing.
Bahkan, Bharada E bergabung dengan paduan suara dan sempat mengikuti beberapa kompetisi menyanyi.
"Seperti apa pencarian jati diri di mana perilaku itu berhenti ketika dia masuk SMA," ujar dia.
"Eliezer selalu berusaha untuk membantu orang-orang sekitarnya itu pada masa masih kecil. Lepas SD mulai masuk SMP dan SMA dia lebih banyak aktif lagi padahal hal-hal kegiatan yang lebih positif," terang dia.
5. Sikap Bharada E saat pertama bertemu Liza
Liza pertama kali bertemu Bharada E pada 15 Agustus 2022, atas permintaan kuasa hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy.
Saat pertama bertemu Liza, Bharada E terlihat dalam kondisi cemas.
Bharada E, kata Liza, kerap memainkan tangan dan menghindari kontak mata dengannya.
"Pada saat pertama bertemu itu, menurut pengamatan kondisinya masih sangat cemas. Jadi dia banyak sekali mainin tangan. Kemudian menjaga tidak ada kontak mata," jelas Liza.
Tak hanya itu, suara Bharada E cenderung pelan saat menjawab pertanyaan Liza.
"Pada saat pertama bertemu itu, menurut pengamatan kondisinya masih sangat cemas. Jadi dia banyak sekali mainin tangan. Kemudian menjaga tidak ada kontak mata," katanya.
"Walaupun pelan, Richard masih mampu untuk mengelaborasi pertanyaan. Kemudian menceritakan secara runut apa yang terjadi kepadanya," lanjutnya.
Baca juga: Psikolog Klinis Ungkap Mekanisme Assesment Bharada E: Dua Analis Hanya Diberi Tahu Objek Inisial R
6. Semakin membaik setelah didampingi LPSK
Pada pertemuan selanjutnya, kondisi Bharada E secara psikologis semakin membaik.
Terlebih setelah mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas statusnya sebagai justice collaborator.
"Jauh lebih bisa kontak mata, lebih santai, lebih bisa untuk tektokannya itu lebih enak," kata Liza.
7. Tingkat kepatuhan tinggi, hingga takut pada Ferdy Sambo
Hasil pemeriksaan berdasarkan tingkat kepatuhan terhadap lingkungan sekitar, Bharada E termasuk mempunyai kepatuhan yang tinggi.
Hal itulah yang menurut Liza, membuat Bharada E takut menolak perintah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, untuk menembak Brigadir J.
"Dari hasil tes tersebut terlihat Richard bahwa punya tingkat kepatuhan tinggi sehingga dia punya kerentanan khusus, kecenderungan tertentu untuk lebih patuh pada lingkungan. Itu dari sisi kepatuhan saja," jelasnya.
"Kepatuhan lebih kepada menggunakan unsur kekuatan karena kita takut, karena kita cemas, karena kita khawatir, makanya kita patuh. Jadi itu bentuk kepatuhan dlm bentuk psikologi," tambahnya.
8. Sempat down setelah rekonstruksi
Saat menjalani pemeriksaan pasca-rekonstruksi kasus Brigadir J pada 30 Agustus 2022, kondisi Bharada E sempat down secara psikologis.
"Menurut pengamatan observasi saya, sempat mengalami down sedikit setelah rekonstruksi," ungkap Liza.
Untuk memulihkan kondisi Bharada E, tim psikolog berusaha melakukan terapi untuk memperlancar proses asesmen berikutnya.
"Kita kembali melakukan terapi untuk membantu dia lebih rileks," ujar Liza.
Baca juga: Ahli sebut Ketenangan Bharada E Meningkat usai Didampingi LPSK: Awalnya Cemas & Hanya Mainin Tangan
9. Jujur soal kematian Brigadir J
Liza membeberkan hasil tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) yang dijalani Bharada E dan orang tuanya.
Tes MMPI ini biasa dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas hasil asesmen.
Berdasarkan hasil tes MMPI, Bharada E berkata jujur soal kematian Brigadir J.
Bahkan, kata Liza, hasil asesmen Bharada E bisa dipertanggungjawabkan.
"Dan semua berada pada hasil yang baik, dalam arti Richard berkata dengan jujur, hasil hasil asesmennya dia bisa dipertanggungjawabkan," kata Liza.
Diketahui, Bharada E juga melakukan pemeriksaan anamnesa selain tes MMPI.
Sementara itu, orang tua Bharada E menjalani pemeriksaan alloanamnesa.
Hasilnya, Bharada E dan orang tuanya dinyatakan jujur.
"Dari hasil wawancara tersebut, hasil observasi, semua ada tanda-tanda yang menunjukkan ada tingkat kejujuran yang cukup tinggi," ucapnya.
10. Bharada E alami hipomania
Rasa cemas dan takut yang dialami Bharada E saat pertama kali bertemu Liza, kini berubah menjadi hipomania.
Liza menerangkan, hipomania adalah kondisi dimana seseorang tampak sangat berenergi dan bersemangat dibanding biasanya.
"Ini kemudian emosi takut ini tertransformasi menjadi ada kecenderungan hipomania," ungkap Liza.
"Jadi setelah takut, sepertinya kemudian Richard Eliezer itu memutuskan untuk Oke saya harus melakukan sesuatu atas kondisi ini," jelasnya.
Kendati demikian, di balik kondisi hipomanianya, Bharada E masih merasa cemas.
Ia berusaha menutupi kecemasan itu dengan bersikap semangat.
"Jadi mekanisme diri. Sebenarnya di dalam dia masih cemas," tandasnya.
Mekanisme Asesmen Psikologi Bharada E
Proses wawancara dan observasi terhadap Bharada E dilakukan sendiri oleh Liza.
Namun, data wawancara dan observasi dianalisis oleh dua koleganya yang tak kenal Bharada E.
Bahkan keduanya tak diberi tahu, asesmen itu merupakan milik Bharada E.
"Saya tidak katakan bahwa ini data milik Richard Eliezer. Saya hanya menulis R saja. kemudian hanya usia, jenis kelamin, sama pendidikan," ujar Liza.
Kemudian dari hasil analisis yang dilakukan kedua koleganya, Liza menyusun laporan yang diintegrasikan menjadi satu.
"Saya integrasikan menjadi satu. Tapi kata per kata yang tertulis di dalam laporan saya, semua dari hasil lahan dua kolega tersebut," katanya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Rina Ayu Panca Rini/Ashri Fadilla/Abdi Ryanda Shakti, Kompas.com/Irfan Kamil)