BMKG: Potensi Cuaca Ekstrem Masih Berlangsung Hingga 2 Januari 2023
Kondisi dinamika atmosfer ini memicu peningkatan curah hujan dan punya tendensi adanya penguatan intensitas.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan berdasarkan hasil evaluasi prakiraan cuaca, potensi cuaca ekstrem akan terus berlangsung hingga pergantian tahun atau sepekan ke depan.
Potensi cuaca ekstrem seperti yang dirasakan Selasa (27/12/2022) ini akan terjadi hingga 2 Januari 2023.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bahkan mengatakan jika sebelumnya pihaknya mendeteksi empat fenomena yang terjadi berbarengan sehingga mengakibatkan cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia, maka ada penambahan satu fenomena lagi yang mendorong peningkatan terjadinya cuaca ekstrem tersebut.
"Hari ini 27 Desember, kami mengevaluasi ternyata prakiraan tersebut konsisten atau sesuai dengan kejadian yang ada. Bahkan sejak kemarin kami mendeteksi ada penambahan satu fenomena baru lagi yang dapat berpengaruh pada dinamika cuaca Indonesia," ungkap Dwikorita dalam konferensi pers BMKG.
Baca juga: 3 Fakta Badai yang Ancam Jakarta & Sekitarnya Besok, Pegawai Swasta Boleh WFH, Warga Diminta Waspada
Berdasarkan analisis terkini dari BMKG, kondisi dinamika atmosfer di sekitar wilayah Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dalam satu minggu ke depan.
Kondisi dinamika atmosfer ini memicu peningkatan curah hujan dan punya tendensi adanya penguatan intensitas.
"Jadi mulai hari ini hingga 2 Januari 2023," terang dia.
Pemicu Cuaca Ekstrem
Sebelumnya BMKG mengatakan potensi cuaca ekstrem yang terjadi selama Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 dipicu oleh sejumlah fenomena anomali dan dinamika atmosfer yang terjadi secara berbarengan.
Fenomena tersebut adalah peningkatan aktivitas monsun Asia yang memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.
Kemudian, intensifikasi atau semakin intensifnya fenomena seruakan dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan, serta meningkatkan pembentukan awan hujan menjadi lebih intensif di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
Selain itu, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang masif, dan berpotensi menyebabkan hujan intensitas tinggi dan dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem.
Kemudian, terpantaunya aktivitas gelombang atmosfer yaitu fenomena Madden Julian Oscillation, yang merupakan fenomena pergerakan arak-arakan awan hujan dari arah Samudra Hindia di sebelah timur Afrika. Pergerakan awan ini memiliki jalur lintas Samudera Hindia menuju Samudra Pasifik tapi melewati Kepulauan Indonesia.
"Dampak adanya seruakan udara dingin dari Asia yang disertai arus lintas ekuatorial berdampak tidak langsung pada peningkatan curah hujan, dan kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator," jelas Dwikorita.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.