Deretan Pasal Perppu Cipta Kerja yang Dinilai Bisa Rugikan Pekerja
Berikut deretan pasal pada Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai berpotensi merugikan pekerja dan buruh.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Aturan tersebut memungkinkan pekerja bisa mendapat waktu libur dua hari dalam sepekan, tergantung jam kerjanya.
"Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja," tulis Pasal 77 ayat (1)."
Selanjutnya, Pasal 77 ayat (3) menjelaskan ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Akan tetapi, tak ada penjelasan lebih lanjut soal sektor usaha yang dimaksud, hanya menyebut bahwa hal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
4. Tentang Cuti
Pasal 79 ayat (5)
(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Perppu Cipta Kerja tidak tidak mengatur waktu istirahat atau cuti panjang.
Sebagaimana Pasal 79 Perppu Cipta Kerja tersebut diatas, bahwa ketentuan istirahat panjang diperuntukkan hanya bagi pekerja atau buruh di perusahaan tertentu.
Waktu istirahat panjang akan diberikan dan diatur dalam Perjanjian Kerja hingga Perjanjian Kerja Bersama.
5. Tentang Outsourcing
Outsourcing diatur dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 81 poin 19 sampai dengan 21.
Dalam pasal tersebut, tidak dijelaskan pekerjaan dalam bidang apa saja yang bisa menggunakan tenaga outsourcing.
Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tertulis bahwa ada lima jenis pekerjaan yang boleh menggunakan outsourcing.
Kelima jenis pekerjaan tersebut yaitu, catering, security, driver, cleaning service, dan jasa penunjang perminyakan.
Dengan demikian, bisa dikatakan jika semua jenis pekerjaan bisa menggunakan tenaga outsourcing yang akan merugikan buruh dan pekerja.
"Cuma akan diatur di dalam peraturan pemerintah. Pemerintah nanti yang nentuin, mana outsourcing, mana enggak. Ya makin enggak jelas aja. Ukuranya apa? Seenak-enaknya dong," ujar Said iqbal.
Berdasarkan argumen-argumen tersebut, Partai Buruh menyatakan ketidak setujuan dari penerapan outsourcing berdasarkan Perppu Ciptaker.
"Yang kita setuju outsourcing harus kembali ke Undang-Undang Nomor 13 (Tahun 2003). Tidak boleh kecuali lima jenis pekerjaan," kata Iqbal.
6. Tentang Pesangon dan PHK
Poin di Perppu Cipta Kerja yang berkaitan dengan pesangon juga menimbulkan polemik tersendiri.
Dalam Perppu Cipta Kerja disebutkan, pemberian pesangon menjadi 9 kali ditanggung oleh pengusaha, sebagaimana bunyi ketentuan Pasal 156 ayat (1).
Namun sayangnya, karyawan yang terkena PHK baru bisa mendapat haknya tersebut sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Pada aturan itu uang pesangon bisa diterima maksimal 9 kali dari upah bulanan untuk masa kerja 8 tahun.
Kemudian soal PHK, Perppu Cipta Kerja juga dinilai tidak memberi perlindungan pekerja dari PHK secara sepihak dari perusahaan.
Perppu seolah memberi ruang subyektivitas untuk menilai pekerja dan memecat mereka jika perusahaan mau.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Rizki Sandi Saputra/Reza Deni/Ashri Fadila)