Jokowi Dinilai Terburu-buru Terbitkan Perppu Cipta Kerja, tak Memandang Penting Partisipasi Publik
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menyebut Jokowi tidak memandang pentingnya partisipasi publik dalam masyarakat demokratis.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022).
Perppu ini diterbitkan untuk menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Wadah para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indonesia Memanggil 57+ Institute (IM57+ Institute), mengkritisi langkah Jokowi tersebut.
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menyebut Jokowi tidak memandang pentingnya partisipasi publik dalam masyarakat demokratis.
Baca juga: Tegas Tolak Perppu Ciptaker, KSPSI: Akal-akalan Oligarki
Menurutnya, Jokowi tidak mengindahkan persoalan yang diangkat oleh MK dalam Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020, sehingga menempatkan UU Cipta kerja menjadi inkonstitutional permanen apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak ada perbaikan karena salah satunya tak adanya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
"Hal tersebut menegaskan bahwa pembuatan UU Cipta Kerja merupakan upaya yang kejar tayang tanpa adanya proses untuk mengakomodir pendapat publik sehingga melanggar konstitusi dan perlu adanya perbaikan," kata Praswad dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).
Alih-alih melakukan penjaringan aspirasi yang mampu menjawab persoalan tersebut, kata Praswad, malah Jokowi memilih jalan yang lebih terburu-buru dengan cara menerbitkan Perppu Cipta Kerja.
"Ini membuat presiden berpotensi mengurangi esensi (korup) penafsiran terkait partisipasi publik dari konstitusi kita, UUD 1945 hasil amandemen pasca reformasi, dimana patisipasi publik menjadi penting," imbuhnya.
"Padahal, puncak pemutus dari penafsiran atas Konstitusi kita sepenuhnya adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi, bukan kewenangan presiden," kata eks penyidik KPK ini.
Hal kedua yang disorot Praswad ialah Jokowi tidak mengindahkan pembagian kekuasaan yang merupakan pilar negara hukum dalam konstitusi.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Ungkap 2 Dampak Diberlakukannya Perppu Cipta Kerja
Ia menyebut konstitusi telah menempatkan pembagian peran yang jelas antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, sehingga adanya perimbangan kekuasaan serta mencegah adanya sifat otoritarianisme.
Katanya, pembuatan Perppu Cipta Kerja dengan “mengakali” putusan MK menegaskan presepsi publik bahwa Jokowi sangat fokus mendayagunakan kekuasaan tidak hanya di ranah eksekutif, tapi juga menunjukkan sikap yang tidak menghargai lembaga lain.
"Hal tersebut berpotensi membuat presiden melakukan berpotensi mengurangi esensi (korup) penafsiran atas pembagian cabang kekuasan dalam konstitusi secara tegas pascareformasi," kata Praswad.