Rabu Besok, Para Terdakwa Kasus Minyak Goreng Bakal Hadapi Vonis Hakim
Persidangan kasus persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah yang juga dikenal sebagai kasus minyak goreng, akan segera berakhir.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Belakangan diketahui, perusahaan-perusahaan tersebut memberikan dokumen yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Alhasil pemerintah terpaksa menggelontorkan program bantuan langsung tunai (BLT) yang nilainya mencapai lebih dari Rp6 triliun.
Selain itu, penegak hukum juga mulai menjerat orang-orang yang terlibat di dalam kasus minyak goreng.
Kelima terdakwa dituntut antara 7-12 tahun penjara.
Selain para terdakwa dituntut mengganti kerugian negara akibat korupsi PE, mereka juga diminta mengganti anggaran BLT pemerintah, yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp6 triliun.
Master Parulian Tumanggor adalah terdakwa yang dituntut mengganti kerugian negara paling besar, yakni Rp10.980.601.063.037.
Dalam persidangan yang digelar pada 6 Desember lalu, saksi ahli dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo, dalam kesaksiannya sempat mengakui bahwa dirinya menggunakan metode Input-Output (I-O) dalam penghitungan kerugian negara, antara lain karena keterbatasan data.
Dia juga mengakui bahwa dirinya tidak menghitung pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang sudah dilakukan para terdakwa.
"Di dalam analisis, itu tidak saya perhitungkan, karena dilihat shortage-nya," ujar Rimawan Pradiptyo.
Dosen UGM itu menjelaskan bahwa analisanya berfokus pada dampak dari yang dilakukan para terdakwa, terhadap krisis minyak goreng atau shortage yang terjadi di dalam negeri.
Sehingga pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang dilakukan seperti pajak dan bea cukai, tidak dipertimbangkan dalam penghitungan kerugian negara.
Rimawan Pradiptyo mengatakan bahwa ekspor yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, telah memberikan manfaat kepada negara.
Baca juga: Pleidoi Lin Che Wei Dituntut 8 Tahun di Kasus Minyak Goreng: Saya Apresiasi Kejaksaan
Jika dirinya diberikan data-data soal manfaat yang didapat negara dari ekspor tersebut, dia mengaku bisa melakukan penghitungan. Rimawan Pradiptyo menyebut jika manfaat yang berupa pemasukan untuk negara ikut dipertimbangkan, maka nilai kerugian negara yang tercantum dalam tuntutan para terdakwa bisa berkurang.
“Kalau itu (variabel manfaat) dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” ujar Rimawan.