Mahfud MD Nilai Wajar Ada Penolakan Sebagian Masyarakat Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Mahfud MD menilai kalau respons atau kritik dari masyarakat merupakan kemajuan dari proses tata hukum negara Indonesia
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI (Menkopolhukam) Mahfud MD menyoroti respons masyarakat khususnya buruh yang menentang diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Penolakan dari masyarakat wajar terjadi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah termasuk soal Perppu Nomor 2 tahun 2022 ini.
"Tentangan pasti selau ada, kalau anda biacara sah, itu sah kalau bicara ‘wah nanti ditentang oleh publik’ itu udah pasti," kata Mahfud saat ditemui awak media di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Minggu (8/1/2023).
Dirinya juga menyertakan, dalam proses pembentukan Undang-Undang pun pertentangan dari masyarakat juga selalu diutarakan.
Dia menilai kalau respons atau kritik dari masyarakat merupakan kemajuan dari proses tata hukum negara Indonesia.
"Nunggu Undang-Undangpun sudah pasti (ditentang) sekarang itu UU belum ada saja sudah di judicial review itu sudah sering begitu, gapapa itu kemajuan dari tata hukum kita," kata dia.
Baca juga: Penampilan Tak Biasa Sandiaga Uno Saat Peringatan Hari Lahir PPP ke-50 di Yogyakarta
"Nanti dibahas lagi kan begitu siapa yang berhak membahas? kalau pertentangan buruh ada yg menentang ada yang tidak sama dengan ahli hukum tata negara ada yang setuju ada yang tidak, itu silakan saja," tukas Mahfud.
Dirinya juga menyatakan, kondisi pertentangan itu juga sekaligus mencerminkan sikap demokrasi yang dikedepankan oleh bangsa Indonesia.
Kendati demikian, dalam menetapkan kebijakan, tidak ada yang memiliki hak untuk melarang pemerintah dalam menunggu saran dari beberapa pihak.
"Tidak ada seorang pun yang berhak melarang pemerintah suruh menunggu seseorang yang tidak setuju, itu kalau itu memang diperlukan. Itu perlunya ada pemerintah," tukas dia.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan telah membaca sekaligus menelaah Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang belum lama diteken Presiden RI Joko Widodo.
Dalam penelaahan itu, Partai Buruh menyatakan sikap menolak beberapa isi pasal dalam Perppu tersebut, satu di antaranya yakni tentang Upah Minimum.
"Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak," ujar Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/1/2023).
Di dalam Perppu itu kata dia, upah minimum kabupaten atau kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur atau kepala daerah.
Aturan itu kata dia, sama dengan UU Cipta Kerja, sebab bahasa hukum 'dapat', berarti bisa ada bisa tidak, tergantung dari kepala daerahnya atau Gubernur.
"Usulan buruh adalah, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," ucap Iqbal.
Lebih lanjut, dalam UU Cipta Kerja ketentuan kenaikan minimum upah itu didasarkan pada inflansi atau pertumbuhan ekonomi.
Dengan menggunakan ketentuan 'atau', maka hal itu merupakan sebuah pilihan dan tidak ada tolok ukur yang tepat.
Sedangkan, di UU 13 tahun 2003 didasarkan pada survey kebutuhan hidup layak dan turunannya yakni diatur dalam PP 78/2015 menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Sementara di dalam Perppu yang ditolak buruh, kenaikan upah minimum itu berdasarkan variabel inflansi, pertubuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," tegas dia.
Tak hanya itu, Partai Buruh juga kata Iqbal menolak adanya Pasal 88F yang ada di Perppu.
Di mana dalam pasal itu berbunyi, 'dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)'.
"Buruh berpendapat, ini seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah. Sehingga bisa seenaknya mengubah-ubah aturan," kata dia.
"Permasalahan lain terkait dengan pengupahan, Perppu juga menegaskan hilangnya upah minimum sektoral," tukas dia.
Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan medesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.
“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum.
Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.
"Oleh sebab itu pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak seperti tadi disampaikan oleh Bapak Menko Perekonomian yaitu misalnya dampak perang Ukraina ya yang secara global maupun nasional mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia," Kata Mahfud.
Menurut Mahfud pemerintah perlu mengambil langkah cepat dan strategis untuk mengantisipasi potensi ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, masalah suku bunga, kondisi geopolitik serta krisis pangan.
Langkah strategis tersebut tidak bisa menunggu perbaikan UU Cipta Kerja sebagaimana yang diperintahkan MK 25 November lalu.
"Oleh sebab itu langkah strategis diperlukan dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan maka Perpu ini harus dikeluarkan lebih dulu Itulah sebabnya kemudian hari ini tanggal 30 Desember Tahun 2022 presiden Sudah menandatangani Perpu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta kerja," pungkas Mahfud.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.