Anggota Baleg: DPR Punya Pilihan Menerima atau Menolak Perppu Cipta Kerja
DPR RI siap untuk membahas Perppu Cipta Kerja usai memasuki masa persidangan yang dimulai hari ini.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI siap untuk membahas Perppu Cipta Kerja usai memasuki masa persidangan yang dimulai hari ini.
Adapun DPR dalam posisi menunggu Surat Presiden (surpres) diserahkan kepada pimpinan DPR terkait Perppu Cipta Kerja ini.
Kemudian pimpinan DPR akan menyerahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk kemudian menentukan alat kelengkapan dewan mana yang akan membahas Perppu Cipta Kerja dibahas di DPR
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PAN Guspardi Gaus, mengatakan DPR memiliki pilihan apakah akan menerima atau menolak Perppu Cipta Kerja.
"UUD 1945 memberikan kewenangan kepada DPR untuk lebih dulu membahasnya dan kemudian memutuskan apakah akan menerima atau menolak Perppu tersebut untuk disahkan menjadi UU," kata Guspardi kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).
Guspardi menjelaskan, Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 30 Desember 2022 dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja inkonstisional bersyarat.
Pemerintah diminta untuk memperbaikinya paling lama 2 tahun setelah putusan MK di keluarkan.
"Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, dapat ditempuh melalui pembahasan di DPR. Di mana suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR maupun presiden," ujarnya.
"Selain itu, DPD (Dewan Perwakilan Daerah) juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR, " lanjut Guspardi.
Baca juga: Aksi di Istana Akan Bawa 9 Isu Terkait Perppu Cipta Kerja, Said Iqbal: Menaker Tak Jawab Persoalan
Sementara itu, lanjut Guspardi, Perppu adalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden karena keadaan kegentingan yang memaksa.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yaitu Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Namun begitu, Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.
"Apabila tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut. Jadi Perppu ini akan memenuni unsur objektivitas ketika sudah di sahkan menjadi UU oleh DPR," pungkas dia.