Mahupiki: KUHP Nasional Memuat Keseimbangan Kewajiban dan HAM, Kita Harus Bangga
Rizkan Zulyadi mengungkapkan seluruh masyarakat Indonesia patut berbangga dengan kelahiran KUHP Nasional.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Endra Kurniawan
Yasonna mengatakan produk Belanda dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.
Hal tersebut yang kemudian menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP.
“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” katanya.
Yasonna menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.
“RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia. Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini,” ujar Menteri Yasonna.
Baca juga: Setelah KUHP, Pemerintah Harap KUHAP Direvisi pada 2023
Soal Pasal Kontroversial
Lebih lanjut Yasonna juga mengakui dalam penyusunan RUU KUHP, pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial.
Mulai dari pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis.
Namun, Yasonna meyakinkan masyarakat pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.
Ia menyadari pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu.
“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” jelasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.