Puan Maharani Ceritakan Bagaimana Perjuangan PDIP di Masa Sulit, Semoga PDIP Bisa Menjadi 100 Tahun
Terlahir sebagai putri Megawati Soekarnoputri, Puan turut merasakan bagaimana perjuangan di masa-masa sulit PDIP.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) baru saja merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-50 tahun pada Selasa (10/1/2023) lalu.
Dalam peringatan HUT ke-50 PDIP itu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan bahwa acara itu merupakan konsolidasi partai sekaligus momen kangen-kangenan dengan kader partai berlambang banteng moncong putih itu.
Momen HUT ke-50 PDIP juga menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Karena, PDIP telah melewati perjalanan panjang rezim pemerintahan sejak era Orde Baru hingga saat ini.
Baca juga: Soal Peluang Koalisi dengan PDIP, Sekjen Gerindra: Hubungan Kami Baik Secara Partai Maupun Personal
Sejumlah peristiwa penting hingga dinamika internal partai Banteng itu juga menjadi gambaran bahwa PDIP solid menerjang permasalahan dan keluar menjadi pemenang.
Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Politik Puan Maharani pun turut menjadi saksi perjalan panjang partai tersebut.
Terlahir sebagai putri Megawati Soekarnoputri, Puan turut merasakan bagaimana perjuangan di masa-masa sulit PDIP.
Peristiwa Kudatuli di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng turut menjadi saksi perjuangan PDIP menghadapi era Orde Baru.
Puan juga masih ingat betul bagaimana dirinya terus mendampingi Megawati di setiap kegiatan-kegiatan partai saat itu.
Hal itu diungkapkan Puan Maharani saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Ruang Ketua DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2022).
"Banyak sekali pengalaman dan hal-hal yang tidak bisa saya lupakan. Bagaimana waktu Ibu Megaberjuang pertama kali mau menjadi Ketua Umum. Kan sudah secara de facto Sukolilokan, saya ada, saya datang ke situ kemudian terakhir Ibu Mega mengatakan secara de facto, 'saya Ketua Umum PDIP', namun tetap nggak diterima oleh pemerintah (Orde Baru)," kata Puan Maharani.
Baca juga: PDIP Terima Permintaan Maaf PSI Soal Dukung Ganjar Pranowo Capres 2024
Ketua DPR RI perempuan pertama ini juga mengungkapkan bahwa dirinya tak pernah takut menghadapi sikap dari pemerintahan Orde Baru.
Padahal, saat itu dirinya tengah menjadi mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia (UI).
Selain itu, Puan juga mengatakan bahwa momen HUT ke-50 PDIP menjadi saluran komunikasi antar jajaran DPP ke seluruh tingkatan terendah di struktur partai dalam menghadapiPemilu 2024.
Berikut petikan hasil wawancara khusus Tribun Network dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani terkait momen HUT ke-50 PDIP:
Mbak Puan, tanggal 10 Januari 2023 yang lalu PDIP merayakan HUT emas, kebetulan dirayakan saat tahun politik. Buat PDIP dan Mbak Puan sendiri, ulang tahun ke-50 tahun ini apa maknanya?
Ya tentu saja ini bermakna, Alhamdulillah PDIP bisa sampai umur 50 tahun, umur emas. 50 tahun itu kan biasa dibilang tahun emas.
Tentu saja dinamika....sudah panjang sekali walaupun saya pun baru mengikuti secara langsung dari tahun 2006. Karena tahun 1999 dan lain-lain waktu itu saya hanya mengikut sebagai pengikut Bu Mega. Jadi kemanapun ibu Mega pergi kebetulan saya ikut.
Saya ikut merasakan bagaimana kemudian perjuangan dari PDI ke PDI Perjuangan.
Jadi bagaimana Ibu dan Bapak saya, saya harus sebut bapak saya, karena saat itu ada almarhum Bapak Taufiq Kiemas yang berjuang bersama-sama untuk bisa membangun PDI menjadi PDI Perjuangan.
Dan di tahun ke-50 ini tentu saja harapannya seperti Ibu Mega sampaikan semoga PDIP bisa menjadi 100 tahun. Menjadi partai yang kemudian bermanfaat bagi Nusa dan Bangsa.
Baca juga: Sekjen Jelaskan Maksud Megawati Bilang Jokowi Kasihan jika Tanpa PDIP
Untuk menjadi Indonesia raya yang seraya-rayanya sesuai dengan cita-cita dari Bung Karno. Harapannya yah seperti itu kita bisa berguna bagi masyarakat bagi Nusa dan bangsa dan bagi Indonesia.
Mbak Puan sepanjang mengikuti perjuangan PDIP 50 tahun, apa yang paling Mbak Puan tidak bisa lupakan?
Banyak sekali pengalaman dan hal-hal yang tidak bisa saya lupakan. Bagaimana waktu Ibu Mega berjuang pertama kali mau menjadi Ketua Umum.
Kan sudah secara de facto Sukolilo kan, saya ada, saya datang ke situ kemudian terakhir Ibu Mega mengatakan secara de facto saya ketua umum PDIP, namun tetap gak diterima oleh pemerintah.
Jadi pasang surutnya pasca Orde Baru sampai pasca reformasi bukan suatu hal yang mudah bagi PDI-P.
Bahkan ada peristiwa Kudatuli, peristiwa 27 Juli waktu itu saya juga ada. Karena waktu itu saya tinggalkan serumah bareng sama Ibu Mega.
Apa yang Mbak Puan waktu Kudatuli, yang Mbak Puan lihat dan rasakan?
Ada ketidakadilan bagi apa namanya satu perjuangan rakyat yang kemudian mengharapkan adanya perubahan dan perbaikan.
Walaupun memang pada saat itu kan nggak semua juga hal-hal yang bisa kita sampaikan itu bisa dilakukan secara riil, terbuka. Jadi memang banyak sekali dengan mekanisme kemudian terjadi di lapangan.
Rumah saya itu kan kemudian menjadi tempat berkumpulnya teman-teman atau kawan-kawan seperjuangan, para aktivis, saya menyiapkan dapur umumnya ditugaskan oleh bapak ibu saya, 'kamu yang tanggung jawab sama dapur umum'.
Penanggung jawab dapur umum pada waktu itu bukan suatu hal yang mudah. Karena orangnya datang terus, ya makanannya juga...
Saya juga sampai bingung harus masakapa, masak apa yang cepat bisa dimakan orang banyak dan waktu itu kan kondisi dapur umum nggak seperti ini, nggak ada juga kayak sekarang kita kan sudah punya ada truk yang komplit, ada kompornya, dan mencari orang yang mau masak juga nggak semudah sekarang.
Karena kan bayangin sebagai partai atau orang-orang yang kemudian dalam tanda kutip tidak disukai oleh pemerintah pada saat itu, orang juga banyak sekali yang takut untuk ikut bersama berjuang bersama kami. Dan waktu itu saya masih mahasiswa.
Bayangkan di rumah mahasiswa masih unyu-unyu kan. Harusnya menikmati masa remajanya dengan ya seperti layaknya remaja-remaja lain, tapi rumah itu penuh dengan aktivis.
Jadi saya harus urusin dapur umum. Jadi memang ya penuh dinamika yang seperti itu. Tapi saya melihat perjuangan ibu bapak saya itu kan kemudian menumbuhkan perasaan bahwa ya inilah suatu perjuangan untuk mencapai suatu hal yang dianggap perlu suatu pengorbanan dan semangat yang revolusioner.
Mbak Puan pada waktu itu puncak perjuangan Bu Mega, apakah Mbak Puan pernah merasa takut, karena kan harus berhadapan dengan penguasa yang pada saat itu mutlak Kekuasaannya. Ada rasa takut nggak?
Alhamdulillah sih enggak ada rasa takut karena memang saya digembleng atau otomatis ya karena memang hari-hari seperti itu.
Jadi saya melihat semuanya semangat, ibu saya semangat, bapak saya semangat, orang-orang sekitar saya semangat. Jadi nggak ada perasaan takut karena saya merasa yah bersama dengan orang-orang yang punya pemikiran dan visi dan cita-cita yang sama.
Hanya ya ketidaknormalan mungkin yah yang harus saya hadapi berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan yang mungkin itu merasa 'aduh kok gini', tapi ya itulah suatu perjuangan yang sekarang setelah saya dewasa, setelah saya sekarang mendapatkan kesempatan amanah seperti ini, saya baru menyadari bahwa itu adalah perjalanan yang sangat berharga.
PDIP punya (target) hattrick, artinya ingin kembali memenangi kontestasi pada pemilu 2024. Menurut Mbak Puan, apa sih yang perlu dilakukan paling strategis dilakukan PDIP terutama untuk rakyat supaya dia kembali diterima oleh rakyat?
Ya, yang pertama pemimpin tanpa rakyat bukan apa-apa, begitu juga partai politik. Makanya sesuai dengan arahan Ibu Ketua Umum setiap arahannya seperti juga kemarin Alhamdulillah tanggal 10 Januari Ibu ketua umum sudah mengatakan turun ke bawah, bertemu dengan rakyat, bersentuhan dengan rakyat, tampung dan dengar apa yang diinginkan rakyat.
Kemudian yang kedua, adalah solid mengkonsolidasikan seluruh tiga pilar partai untuk turun ke bawah dan ikut apa yang menjadi arahan dari ketua umum.
Karena soliditas itu saya sudah merasakan sangat penting untuk menjalankan semua program kerakyatan itu secara gotong royong, gak mungkin kita bisa kerja sendiri-sendiri, kita harus gotong royong, gotong royong, dan gotong royong.
Jadi soliditas, gotong royong, turun ke bawah dan tentu saja mengikuti instruksi satu rampak barisan sesuai dengan arahan ketua umum atau partai.
Mbak Puan sepanjang turun ke bawah sesuai perintah Ibu Ketum, apa yang Mbak Puan temui, turun ke bawah ketemu rakyat. Apa saja Mbak bisa cerita pengalaman Mbak Puan?
Banyak sekali, banyak sekali bagaimana kemudian saya sempat tercengang, surprise dan setelah itu saya tertawa terbahak-bahak begitu seorang ibu kemarin di Medan, (saya) datang ke sana tiba-tiba, saya kan mengatakan 'siapa yang mau bicara dengan saya untuk menyampaikan aspirasinya'.
Nenek-nenek datang ke depan dengan bahasa logat Medan nya, karena orang Batak kan. 'Puan ternyata kau ini perempuan punya otak, kau ini pintar. Saya pikir dia mau menyampaikan apa. 'Saya baru tahu ada perempuan bisa sepintar kau ini'.
Saya tanya 'jadi ibu maunya apa?', 'saya tidak mau apa-apa, saya cuma mau berbicara seperti itu aja kan, tidak Pernah ada perempuan sepintar kau'. Banyak sekali.
Bahkan tiba-tiba ada Ibu yang datang ke saya nangis-nangis. Terus, 'Kenapa ibu nangis?', 'karena ketemu Mbak Puan'.
Kemudian pencurahan aspirasinya, saya minta ini tolong dibantu apa rumah saya rusak, atau kemudian tolong supaya harga pupuk itu jangan mahal.
Banyak sekali lah aspirasi yang saya (terima), tapi banyak sekali kejadian-kejadian lucu yang sangat menarik dalam setiap kunjungan saya ke daerah-daerah atau bertemu dengan rakyat yang itu tidak akan kita temui kalau kita tidak bertemu langsung dengan rakyat Mbak Puan setelah menjaring, dapat masukan, simpati apapun dari rakyat, biasanya Mbak puan lakukan apa setelah menangkap aspirasi?
Ya pertama apa yang mereka sampaikan saya harus tindaklanjuti. Tentu saja dengan mengakomodir teman-teman yang ada di DPR, teman-teman yang ada di partai dan kepala daerah yang ada, kan gak mungkin semuanya. Saya lakukan sendiri, prinsip gotong royong itu yang menjadi sangat penting.
Saya akan panggil kepala daerah PDIP jika ada di wilayah tersebut juga anggota legislatifnya. Bagaimana kemudian sinergi juga dengan anggota DPR yang ada di sini sesuai dengan komisi-komisinya. Kan kita mempunyai hak untuk memberikan program-program kepada rakyat. Saya kira itu.
Kalau misalnya 'saya minta rumah saya diperbaiki karena tidak layak huni. Pemerintah kan punya program untuk perbaiki rumah tidak layak huni, itu ada komisi V gitu kan.
Jadi saya minta teman-teman di komisi V untuk menindaklanjuti itu tentu saja sesuai dengan prosedur-prosedur yang ada.
Nanti setelah rumahnya bagus atau sudah rumahnya layak huni, saya datang lagi beberapa bulan kemudian ngecek, (kalau) ternyata rumahnya sudah bagus, layak huni dan ya begitu ketemu, saya langsung meluk ampe nangis-nangis 'makasih-makasih, gak nyangka saya punya rumah seperti ini'.
Aduh Tuhan saya lega sekali. Artinya apa? Apa yang saya lakukan, apa yang saya coba usahakan untuk mereka itu bisa berhasil walaupun ya saya juga harus mengaku bahwa tidak semua yang mereka minta itu bisa saya penuhi.
Inilah yang kemudian menjadi PR bahwa PDIP Insya Allah harus menang tiga kali untuk bisa memperbaiki dan menyelesaikan apa yang menjadi keinginan rakyat. (Tribun Network/Yuda)