Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejaksaan Mulai Bidik Kementerian Kominfo dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tower BTS

Dua saksi yang diperiksa pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika yakni Inspektur Jenderal Kominfo, Doddy Setiyadi dan Sekjen Mira Tayyiba

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kejaksaan Mulai Bidik Kementerian Kominfo dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tower BTS
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Tiga mobil sitaan diparkir di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023). Ketiga mobil tersebut disita terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung tengah menyidik dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower base transceiver station (BTS) pada Badan Aksesibilitas dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) periode 2020 hingga 2022.

Sejauh ini tim penyidik masih menggali keterangan dari para saksi dan hari ini, Selasa (17/1/2023), Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi.

"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa tiga orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan resminya pada Selasa (17/1/2023).

Dua dari tiga saksi yang diperiksa merupakan pejabat pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Mereka ialah Inspektur Jenderal Kominfo, Doddy Setiyadi dan Sekretaris Jenderal Kominfo Mira Tayyiba.

Baca juga: Pemerintahan Jokowi dan Kejagung Perlu Audit Ulang Mega Proyek BAKTI Kominfo

Kemudian seorang lainnya merupakan pejabat pada BAKTI Kominfo, yaitu Tri Haryanto sebagai Kepala Satuan Pemeriksa Intern.

Berita Rekomendasi

Pemeriksaan terhadap pejabat Kominfo ini diketahui merupakan pertama kalinya dalam perkara korupsi pengadaan tower BTS.

Mereka diperiksa dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang merupakan pengembangan dari perkara pokok, yaitu korupsi pengadaan BTS.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara TPPU tersebut, Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latief sebagai tersangka.

Dirinya ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lain.

"Dari tiga orang tersangka itu yang pertama AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kuntadi dalam keterangan resminya pada Rabu (4/1/2023).

Dua tersangka lainnya merupakan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto.

Dalam kasus ini, Anang disebut berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.

Rekayasa itu diungkapkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusis (Dirdik Jampidsus) dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).

Baca juga: Upaya Kominfo Blokir Situs Jual Beli Organ Dinilai Kurang Maksimal, Ini Kata Pengamat Siber

Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.

Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).

"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.

Tak hanya merekayasa kajian teknis, Anang juga diketahui melakukan pengkondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.

"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ujarnya.

Peraturan Dirut itu disebut Kuntadi merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.

Kerja sama itu pada akhirnya memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.

"Di sini peraturan itu hasil kerja sama dengan tersangka GMS tadi, sehingga GMS itu mendapat keuntungan perusahaannya sebagai suplier kegiatan pengadaan itu," ujar Kuntadi.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas