Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kejagung: Kasus Rudapaksa dan Pelecehan Seksual Tak Bisa Dihentikan dengan Restorative Justice

Ketut Sumedana mengatakan dalam penerapan restorative justice oleh Kejaksaan, hal yang paling utama adanya upaya perdamaian dari kedua belah pihak.

Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kejagung: Kasus Rudapaksa dan Pelecehan Seksual Tak Bisa Dihentikan dengan Restorative Justice
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa keadilan restoratif (restorative justice) tak bisa diterapkan pada kasus rudapaksa maupun pelecehan seksual.

Artinya, penyidikan yang berkaitan dengan kasus tersebut tak bisa dihentikan dengan alasan restorative justice.

"Termasuk eksploitasi seksual, tidak termasuk dalam kategori kasus yang bisa dihentikan berdasarkan keadilan restoratif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (18/1/2023).

"Di samping itu, kasus pemerkosaan menimbulkan traumatis berkepanjangan terhadap korban juga berdampak luas kepada masyarakat," imbuhnya.

Ketut Sumedana mengatakan dalam penerapan keadilan restoratif (restorative justice) oleh Kejaksaan, hal yang paling utama adalah adanya upaya perdamaian dari kedua belah pihak dan korban/keluarganya memberikan maaf kepada pelaku tindak pidana.

"Penerapan restorative justice dalam suatu kasus atau perkara yang sudah Tahap II, memiliki batasan limitatif yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 antara lain (1) pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis); (2) ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun; (3) kerugian yang diderita korban tidak lebih dari Rp2.500.000; (4) dan yang paling penting tindak pidana yang dilakukan tidak berdampak luas ke masyarakat," katanya.

Baca juga: Fakta Kasus Rudapaksa Anak di Brebes Berakhir Damai, Dimediasi oleh LSM dan Tanpa Polisi

Berita Rekomendasi

"Dari persyaratan tersebut, kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual termasuk eksploitasi seksual, tidak termasuk dalam kategori kasus yang bisa dihentikan berdasarkan keadilan restoratif," imbuh Ketut Sumedana.

Ketut Sumedana mengatakan Kejaksaan Agung akan menindak jika ada praktik jual beli keadilan restoratif (restorative justice) di kalangan penegak hukum, terutama di lingkungan kejaksaan.

Ia bahkan menyebut praktik tak terpuji itu bisa dipidana.

"Jika masyarakat menemukan adanya tindakan indisipliner, ketidakprofesionalan, penyalahgunaan kewenangan dan tindakan-tindakan tercela yang dapat mencederai rasa keadilan dan mengganggu berbagai kegiatan masyarakat, mohon kiranya dilaporkan kepada pimpinan Kejaksaan," kata Ketut Sumedana.

"Apabila laporan tersebut mengandung kebenaran, kami pastikan akan ditindak dan tidak segan-segan akan dipidanakan. Sebab penegakan hukum humanis yang kami tunjukkan kepada masyarakat jangan sampai disalahgunakan," kata Ketut.

Praktik jual beli restorative justice sebelumnya disinggung oleh anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun.

Hal itu disampaikannya dalam rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Senin (16/1/2023).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas