Ahli Hukum: Menjadi Seorang Justice Collaborator Itu Sangat Berat, Ini Syaratnya
Peran ini sangat berat karena seorang JC tentu harus mengakui perbuatan yang ia lakukan merupakan tindak pidana.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak Ahli Hukum yang kini menyoroti jalannya persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Terutama terkait tuntutan pidana hukuman 12 tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023) kemarin.
Hal itu karena banyak yang menilai bahwa status Richard sebagai Justice Collaborator (JC) tampak tidak dipertimbangkan oleh JPU, karena tidak mempengaruhi keringanan tuntutan.
Ahli Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto menegaskan bahwa menjadi seorang JC bukan merupakan perkara mudah.
Peran ini sangat berat karena seorang JC tentu harus mengakui perbuatan yang ia lakukan merupakan tindak pidana.
"Memang menjadi seorang Justice Collaborator itu sangat berat. Kenapa sangat berat? Karena syaratnya untuk menjadi JC itu adalah mengakui tindak pidana yang dilakukan, itu salah satunya," kata Aan, dalam tayangan Kompas TV, Kamis (19/1/2023).
Syarat inilah yang mendorong terdakwa, dalam hal ini Richard Eliezer sejak awal telah dibayangi ancaman hukuman pidana dan rasa bersalah.
"Otomatis dari yang bersangkutan sudah merasa bersalah dan sudah akan diancam hukuman," jelas Aan.
Dalam posisi ini, seorang pelaku pidana dapat merasakan dilema, sehingga sikapnya pun akan sangat labil.
"Ini posisi yang memang sangat labil tentunya bagi seorang JC," papar Aan.
Dalam sidang tuntutan yang digelar pada Rabu kemarin, JPU menuntut hukuman pidana 12 tahun penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Sedangkan Putri Candrawathi dituntut hukuman pidana 8 tahun penjara pada sidang yang digelar di hari yang sama.
Lalu pada sidang yang digelar Selasa lalu, JPU menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Kemudian pada Senin lalu, agenda yang sama telah dijalani Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.
Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.
Baca juga: Soal Status JC Bharada E, Kejagung: Kalau Kami Tak Lihat Itu, Mungkin Tuntutan Mendekati Ferdy Sambo
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.