Isu Pengungsi Rohingya Tak Lepas dari Masalah Besar Lain di Myanmar
Direktur Kerja Sama ASEAN, Sidharto R. Suryodipuro mengatakan masalah Rohingya juga tidak terlepas dari masalah Myanmar yang lebih besar.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu tentang pengungsi Rohingya merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian Indonesia selama menjalankan keketuaan ASEAN di tahun 2023.
Namun, Direktur Kerja Sama ASEAN, Sidharto R. Suryodipuro mengatakan masalah Rohingya juga tidak terlepas dari masalah Myanmar yang lebih besar.
Sehingga perlu pendekatan yang lebih komprehensif terhadap persoalan-persoalan yang berdampak pada stabilitas kawasan.
Hal ini disampaikan Duta Besar Sidharto pada pengarahan pers yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) secara hybrid pada Kamis (19/1/2023).
"Masalah di Myanmar ini rumit, masalah yang bahkan sebelum terjadi kudeta dan masalah yang berlangsung sangat lama. Sehingga memerlukan penanganan yang bijaksana dan komunikasi yang dilakukan dengan semua pihak sebagai bagian dari diplomasi itu akan dilakukan. Tidak semuanya dilakukan di depan kamera," ujarnya.
Indonesia belajar dari ketua-ketua sebelumnya baik apa yang perlu dan sebaiknya tidak dilakukan dalam pendekatan terhadap semua pihak di Myanmar.
Indonesia dan negara Asean lainnya juga mendorong komitmen oleh otoritas Myanmar untuk menjamin keselamatan dan keamanan seluruh komunitas di Rakhine State.
"Indonesia juga akan terus memperkuat peran Asean dalam memberikan bantuan kemanusiaan, fasilitasi repatriasi yang bermartabat dan memajukan pembangunan berkelanjutan di Rakhine State," kata Dubes Sidharto.
Baca juga: 549 Pengungsi Rohingya Terdampar di Aceh
Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kemanusiaan Kemlu, Achsanul Habib mengatakan tren pengungsi Rohingya yang masuk ke Aceh, sejak 15 November - 8 Januari meningkat.
Terdapat 644 orang etnis Rohingya yang tercatat di Aceh dalam rentang waktu tersebut, dengan pola kedatangan yang sama.
"Kita melihat pola yang sama. Umumnya mereka adalah secondary movement dan terlibat dengan jaringan sindikat. didesain oleh pihak-pihak tertentu untuk berlayar mencari tujuan ke negara tertentu," ujarnya.
Habib mengatakan Indonesia adalah negara transit dan bukan tujuan bagi para pengungsi Rohingya.
Motif dari mereka antara lain mencari pekerjaan untuk penghidupan dan ekonomi, dan sebagainya.
"Perjalanan itu juga perjalanan yang berbahaya karena melibatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kaitan ini, tentu kita fokus kepada bagaimana meningkatkan kapasitas negara-negara di kawasan untuk mencegah adanya penggunaan jaringan untuk menjerat pengungsi tersebut kedalam sindikat mereka yang bermotif uang dan bayaran tertentu," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.