Lukas Enembe Ditangkap KPK, DPR Minta Mendagri Tetapkan Plt Gubernur Papua Secepatnya
Ketua Komisi II DPR RI mengatakan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian harus menunjuk seseorang untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Papua.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kursi jabatan Gubernur Papua kosong setelah Lukas Enembe terlibat kasus korupsi dan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian harus menunjuk seseorang untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur.
"Saya kira Mendagri harus menunjuk satu orang Plt dari Pemerintah Pusat untuk bisa menjalankan aktivitas roda pemerintahan di sana (Papua)," kata Doli, kepada Tribunnews.com, Selasa (24/1/2023).
Lebih lanjut, Doli menjelaskan, sejak lama dia telah menyampaikan kepada Pemerintah untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur Papua.
"Untuk mengantisipasi kalau ada peristiwa begini (penangkapan Lukas Enembe). Nah sekarang pak Lukas Enembe sebagai Gubernur kena peristiwa seperti itu," jelasnya.
Doli kemudian menuturkan, sementara ini aktivitas Pemerintahan Papua dilaksanakan Sekretariat Daerah (Sekda).
"Tapi okelah karena memang tiba-tiba mendadak. Tapi itu enggak boleh terlalu lama karena posisi Gubernur apalagi Wakil Gubernur dengan Sekda itu kan tidak sama," ujarnya.
Menurut Doli, secepatnya kursi Gubernur Papua harus diisi.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR Minta Mendagri Segera Tunjuk Pj Gubernur Pengganti Lukas Enembe
"Tapi jangan terlalu lama. Harus tunduk sama pejabat yang harus diisi sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Papua untuk menjalankan roda Pemerintahan di sana," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Papua, Lukas Enembe telah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/1/2023).
Akibatnya, terjadi kekosongan jabatan gubernur Papua pasca penangkapan Lukas Enembe.
Tak hanya itu, jabatan wakil gubernur pun juga tidak ada yang mengemban hingga saat ini.
Hal tersebut lantaran Wakil Gubernur Papua yang mendampingi Lukas Enembe sejak 2014, Klemen Tinal meninggal pada 21 Mei 2021 lalu karena serangan jantung.
Pasca meninggalnya Klemen Tinal, jabatan Wakil Gubernur Papua pun masih kosong karena belum ada pengganti yang disetujui oleh DPR Papua dan pemerintah.
Sementara terkait Lukas Enembe, KPK sebelumnya telah menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai miliaran rupiah.
Adapun Lukas Enembe diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka terkait proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Rijatono diduga menyuap Lukas agar perusahan yang dipimpinnya dapat menggarap sejumlah proyek di Papua.
"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka RL (Rijatono Lakka) diduga menyerahkan uang pada tersangka LE (Lukas Enembe) dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023) yang ditayangkan YouTube KPK.
Kemudian, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan (UU Pemda), presiden memiliki wewenang untuk menunjuk penjabat (Pj) gubernur Papua jika Lukas Enembe telah menjadi terdakwa nantinya di pengadilan terkait kasus dugaan korupsi suap.
Adapun penunjukan tersebut lantaran Klemen Tinal yang menjabat sebagai wakil gubernur Papua telah meninggal dunia dan jabatan wakil gubernur masih kosong.
Kemudian dikutip dari peraturan.bpk.go.id, pasal 83 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatur bahwa gubernur harus diberhentikan jika didakwa melakukan tindak pidana korupsi.
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia," demikian bunyi pasal 83 ayat (1).
Sementara jika tidak ada wakil gubernur yang menjabat seperti yang dialami Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Papua, maka presiden dapat menunjuk penjabat gubernur (Pj) untuk mengisi kekosongan gubernur dan sesuai dengan pasal 86 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014.
Adapun Pj Gubernur Papua itu harus diusulkan terlebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
"Apabila gubernur diberhentikan sementara dan tidak ada wakil gubernur, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri," demikian bunyi pasal 86 ayat (2).
Namun jika dalam persidangan, Lukas Enembe diputuskan terbukti melakukan korupsi dan telah ada putusan pengadilan berkekuatan tetap maka pasal 83 ayat (4) akan diberlakukan.
Pasal tersebut terkait dengan pemberhentian gubernur oleh presiden jika sudah ada keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Kepala Daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," demikian tertulis pasal tersebut.
Hanya saja, jika Lukas Enembe tidak terbukti melakukan korupsi berdasarkan putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap, maka dirinya dapat aktif kembali menjadi Gubernur Papua.
Hal ini tertuang dalam pasal 84 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1), setelah melalui proses peradilan ternyata terbuukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengailan, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan," demikian isi dari pasal 84 ayat (1).