KPK Resmi Banding Vonis 8 Tahun Penjara Lukas Enembe
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyatakan banding atas vonis 8 tahun penjara Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyatakan banding atas vonis 8 tahun penjara Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Upaya hukum banding telah disampaikan Kasatgas Penuntutan Wawan Yunarwanto melalui Panmud Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023).
"Tim jaksa berpendapat kaitan adanya fakta hukum yang belum sepenuhnya terakomodir dalam putusan tingkat pertama di antaranya isi pertimbangan putusan majelis hakim yang menyatakan penerimaan terdakwa Lukas Enembe dari terpidana Rijatono Lakka tidak terbukti padahal dalam putusan terpidana Rijatono Lakka dinyatakan terbukti," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (28/10/2023).
Ali mengatakan, uraian lengkap alasan permohonan banding telah dituangkan dalam memori banding.
"Uraian lengkap alasan pengajuan banding akan disampaikan dalam memori banding," kata dia.
Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, fokus KPK mengajukan banding ialah ingin membuktikan kepemilikan aset Hotel Angkasa di Jayapura yang menurut hakim bukan hasil korupsi Lukas Enembe.
"Kita akan banding. Kita sudah diskusikan untuk banding terhadap itu (Hotel Angkasa)," kata Brigjen Pol Asep Guntur dalam keterangannya dikutip Senin (23/10/2023).
Asep menerangkan, dalam putusan penyuap Lukas Enembe, Rijatono Lakka, disebutkan bahwa Hotel Angkasa adalah kepunyaan Lukas Enembe.
Maka itu, ketika dalam putusan Lukas Hotel Angkasa dinyatakan bukan punya Enembe, KPK akan membuktikan hal tersebut.
"Karena di putusan sebelumnya di perkaranya RL (Rijatono Lakka), itukan dinyatakan itu adalah asetnya LE (Lukas Enembe). Jadi, ini kita akan banding untuk hal itu," terang Asep.
Baca juga: Bicara Kasar saat Persidangan, Jadi Hal yang Memberatkan Vonis Lukas Enembe
Lukas Enembe divonis 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta di kasus suap dan gratifikasi.
Hakim ketua Rianto Adam Pontoh mengatakan salah satu tanah berisi bangunan hotel di Papua dikembalikan lantaran bukan hasil korupsi Lukas.
Mulanya, hakim Rianto membacakan barang bukti nomor 722 dan 723 berupa sebidang tanah seluas 1.525 m² di Jayapura, Papua.
Tanah itu terdiri dari bangunan hotel, dapur, dan lainnya.
"Menimbang bahwa terhadap barang bukti nomor urut 722 yaitu berupa sebidang tanah dengan luas 1.525 m² beserta bangunan di atasnya yang terdiri dari Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lainnya yang terletak di Jl S Condronegoro, Kelurahan Angkasa Pura, Kecamatan Jayapura Utara, Kota Madya Jayapura Provinsi Irian Jaya sebagaimna diuraikan dalam sertifikat hak milik nomor 16 tahun 1999 Kelurahan Angkasa Pura, Kecamatan Jayapura Utara Kota Madya Jayapura Provinsi Irian Jaya atas nama pemegang hak Rijatono Lakka dan terhadap barang bukti nomor urut 723 yaitu berupa 1 bundle asli sertifikat hak milik nomir 16 atas sebidang tanah seluas 1.525 m² atas nama Rijatono Lakka yang terletak di Jl S Condronegoro, Kelurahan Angkasa Pura, Kecamatan Jayapura Utara, Kota Madya Jayapura Provinsi Irian Jaya berdasarkan surat ukur nomor 51 tahun 1999," kata Hakim Rianto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Baca juga: KPK Segera Sidangkan Perkara Mantan Anak Buah Lukas Enembe, Gerius One Yoman
Hakim Rianto mengatakan sertifikat tanah itu diperoleh jauh sebelum Lukas dilantik sebagai Gubernur Papua periode 2013-2018 dan periode 2018-2023.
Dia mengatakan majelis hakim berpendapat tanah itu bukan hasil tindak pidana sehingga harus dikembalikan ke pemilik sertifikat tanah, yakni Rijatono Lakka.
"Menimbang bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan bahwa perolehan sertifikat hak milik nomor 16 tersebut barang bukti nomor urut 723 diperoleh jauh sebelum terdakwa Lukas Enembe terpilih dan dilantik sebagai Gubernur Papua periode 2013-2018 dan periode 2018-2023 serta sertifikat tanah tersebut bukan atas nama Terdakwa. Sehingga dapat dipastikan bahwa perolehan sertifikat hak milik tanah tersebut bukan merupakan hasil tindak pidana oleh karenanya barang bukti nomor urut 722 dan 723 harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah yaitu saksi Rijatono Lakka," katanya.