Peneliti BRIN: Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun Terlalu Lama, Banyak Dampak Negatif
Peneliti Riset Politik di BRIN Siti Zuhro merespons soal wacana perpanjangan jabatan Kades menjadi 9 tahun.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro merespons soal wacana perpanjangan jabatan Kepala Desa (Kades) yang sedang ramai dibahas.
Seperti diberitakan, masa jabatan Kades diusulkan ditambah menjadi 9 tahun, yang mana saat ini durasi jabatannya 6 tahun.
Siti Zuhro menilai bahwa waktu 9 tahun menjabat sebagai kepala pemerintahan di desa itu terlalu lama.
Meskipun di sisi lain, masa jabatan hanya dibatasi dua periode bagi Kepala Desa terpilih.
Selain itu, ia mengatakan bahwa sebaiknya Kepala Desa lebih mengutamakan pemahaman terhadap tugas pokoknya ketimbang membahas masa jabatan.
“Itu kan untuk mengelola desa memberdayakan masyarakat desa dan sebagainya itu 9 tahun terlalu lama meskipun cuma dua kali belum tentu dua kali (periode) bisa jadi minta lebih tiga kali,” kata Siti Zuhro kepada wartawan, Selasa (24/1/2023).
“Kalau menurut saya sudah cukupkan itu 6 tahun. Yang penting bukan durasi lamanya tapi efektif atau efisien tidak,” lanjut dia.
Lebih jauh Siti Zuhro menyebutkan dampak jika masa jabatan Kades menjadi 9 tahun. Waktu yang lama itu, kata dia, sama dengan tidak memberi kesempatan bagi warga lainnya untuk menjadi pemimpin.
Baca juga: Tanggapi Masa Jabatan Kepala Desa, Jokowi: Undang-undangnya Sangat Jelas
Sementara itu, kepemimpinan perlu rotasi agar tidak ada kejenuhan yang disebabkan lamanya seseorang memimpin.
“Dalam demokrasi itu harus ada sirkulasi elit. Masih itu diberikan untuk semua warga negara yang memiliki kualifikasi kualitas untuk mencalonkan diri. Bukan itu esensi jadi pejabat itu,” katanya.
Siti Zuhro beranggapan bahwa jika masa jabatan menjadi 9 tahun, kemudian seorang kades kembali terpilih di periode selanjutnya, maka itu sama dengan menerapkan sistem feodal.
Sebab dengan demikian, maka Kades tersebut akan menjabat selama hampir 20 tahun lamanya.
“Tidak seperti itu. Biar aja bergilir. Itu yang namanya ada leadership bergilir, tidak itu itu saja. Kekhasan orang Indonesia itu kalau tidak dipayungi dengan sungguh-sungguh itu maunya terus-menerus for live untuk seumur hidup gitu,” katanya.
“Kalau menurut saya (kades 9 tahun) kebanyakan dampak negatifnya. Karena sistem demokrasi desa dikelola secara demokratis yang targetnya memajukan desa bukan untuk memperkuat atau memperpanjang kekuasaan,” lanjut Siti Zuhro.