Wamendes Budi Arie Tantang Para Kepala Desa, Pilih Tambah Masa Jabatan atau Penambahan Dana Desa?
Wamendes menantang para Kepala Desa untuk memilih antara perpanjangan masa jabatan atau penambahan anggaran desa.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Desa, Budi Arie Setiadi merespons pendapat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah soal perpanjangan masa jabatan Kepala Desa.
Fahri sebelumnya mengatakan, para Kepala Desa lebih baik meminta penambahan anggaran desa daripada perpanjangan masa jabatan.
Menanggapi hal itu, Budi setuju dengan pendapat Fahri. Menurutnya, para Kepala Desa tentu akan lebih produktif.
"Itu lebih produktif, karena semakin besar insentif yang diberikan," kata Budi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Gus Halim: Usulan 9 Tahun Jabatan Kepala Desa Adalah Jalan Tengah
Lebih lanjut, Budi menuturkan, demokrasi akan selalu memberi batasan-batasan.
Ia kemudian menantang para Kepala Desa untuk memilih antara perpanjangan masa jabatan atau penambahan anggaran desa.
"Sekarang kita balik. You mau diperpanjang masa jabatannya atau anggaran diperbesar," tuturnya.
"Jangan semuanya mau," tegas Budi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah angkat bicara soal perpanjangan masa jabatan kepala desa.
Ia mengatakan, publik harus fokus mengawal perubahan Undang-undang yang tengah diupayakan Pemerintah.
Meski demikian, Fahri tidak mendukung perubahan Undang-undang terkait perpanjangan masa jabatan.
"Jadi saya mengimbau itu kita fokus kawal perubahan Undang-undang ini, tapi jangan soal perpanjangan masa jabatan," kata Fahri, dalam diskusi daring Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
Fahri mengusulkan, lebih baik para Kepala Desa meminta penambahan dana desa daripada masa jabatan.
Baca juga: PDIP: Perubahan Periodisasi Masa Jabatan Kepala Desa, Harus Diikuti Sekolah Kepemimpinan Kades
"Saya malah mengusulkan minta kelebihan dana desa, tapi kurangi masa jabatan," jelasnya.
"Itu malah lebih baik," sambung Fahri.
Menurut Fahri, peningkatan dana desa akan mendorong minat anak-anak muda untuk menjadi Kepala Desa.
"Supaya nanti anak-anak muda kalau melihat dana Kepala Desa nya memadai, banyak orang pintar yang ingin jadi Kepala Desa," tutur Fahri.
Lebih lanjut, ia mengatakan, desa lah yang akan menjadi masa depan demokrasi Indonesia.
"Saya kira itulah masa depan kita, demokrasi desa dan pembangunan desa," katanya.
Tak Ada Istilah Penambahan Masa Jabatan
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, di dalam sistem demokrasi tidak ada istilah penambahan masa jabatan.
Ia menuturkan, di dalam penerapan sistem tersebut masa jabatan justru harus dikurangi.
"Tidak ada yang namanya ekstensi jabatan. Dalam demokrasi jabatan itu malah harus dikurangi," kata Fahri, dalam diskusi daring Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
"Semakin matang demokrasi biasanya masa jabatannya semakin dipotong," sambung Fahri.
Ia kemudian menyinggung jalannya sistem demokrasi di Amerika Serikat.
"Demokrasi Amerika makin matang dipotong tinggal 4 tahun masa jabatan Presidennya," ujarnya.
Baca juga: Ribuan Perangkat Desa dari Tasikmalaya Berangkat ke Jakarta Sampaikan Tiga Tuntutan
Menurutnya, Indonesia juga seharusnya melakukan hal serupa dengan itu.
"Demikian juga dengan kita. Apalagi kalau kewenangannya besar justru jabatannya harus dipotong karena uang dan kewenangannya akan kita berikan semakin besar," kata Fahri Hamzah.
Oleh karena itu, ia mengingatkan para Kepala Desa agar jangan mau dijanjikan perpanjangan masa jabatan.
"Jadi jangan teman-teman Kepala Desa itu mau diiming-imingi dengan perpanjangan masa jabatan yang tidak punya konsekuensi anggaran," tuturnya.
Fahri mengatakan, para Kepala Desa lebih realistis meminta penambahan anggaran desa daripada penambahan masa jabatan.
"Coba yang diminta adalah sesuatu yang membuat desa menerima transfer yang lebih besar setiap tahun dari Pemerintah di atasnya."
"Itu lebih real daripada memperpanjang masa jabatan," kata Fahri.
Sebelumnya, Fahri Hamzah mengatakan, masa depan pembiayaan pembangunan Indonesia adalah di desa.
Fahri menuturkan, saat ini justru terlalu banyak anggaran yang terpotong di tingkat Pemerintah Pusat daripada di desa.
"Menurut saya masa depan pembiayaan pembangunan kita itu di desa aja," kata Fahri, dalam diskusi daring Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
"Terlalu banyak yang kita potong untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Sementara desa itu mendapatkan terlalu sedikit," jelasnya.
"Rp 1 miliar (per) satu desa itu terlalu sedikit," sambung Fahri.
Menurutnya, harus ada Presiden yang berani menjanjikan peningkatan jumlah anggaran desa.
"Bahkan harus ada Presiden yang berani menjanjikan kalau dia terpilih Rp 5 miliar setiap desa misalnya," tuturnya.
Fahri mengatakan, peningkatan anggaran desa harus meningkat agar pengelolaan desanya juga meningkat.
"Masifnya pembangunan desa, terutama infrastruktur desa. Baik jalan, jembatan, pencahayaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain sebagainya termasuk kebersihan sehingga desa kita itu bersinar," kata Fahri.
Hal itu juga tentu akan memengaruhi pengelolaan kebersihan di setiap desa di Indonesia agar dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
"Desa kita mengeluarkan cahaya karena bersih. Sungainya bersih. Got-gotnya bersih. Harus dan sebagainya. Barulah dia bisa menjadi tujuan kunjungan wisatawan dan sebagainya," kata Fahri Hamzah.
Ribuan Kepala Desa Demo di Gedung DPR
Ribuan perangkat desa dan sejumlah kepala desa se-Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Tasikmalaya turut berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (25/1/2023).
Target aksi unjuk rasa mereka yakni di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Gedung DPR RI.
Para perangkat desa ini membawa tiga tuntutan dalam aksinya.
Meliputi meminta kejelasan status perangkat desa, meminta peningkatan kesejahteraan perangkat desa, dan meminta penerbitan Nomor Induk Perangkat Desa (NPID) nasional.
"Tuntutan ada tiga, ingin kejelasan status perangkat desa, kesejahteraan perangkat desa, dan Penerbitan Nomor Induk Perangkat Desa secara keseluruhan," kata Korlap PPDI Kabupaten Tasikmalaya, Diana Budiman.
Budiman menyampaikan berdasarkan manifes ada sebanyak 1.562 perangkat desa Tasikmalaya yang berangkat ke Jakarta.
Mereka mewakili 351 desa yang ada di Tasikmalaya. Ribuan perangkat desa ini berangkat dengan 40 bus dan 11 mobil.
"Di manifes sampai saat ini 1.562 orang, tersebar dari 351 desa. Dengan kekuatan armada bus itu, tadi sore itu 40 bus dan 11 mobil kecil," tuturnya.
Sebelumnya, ribuan kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Para kepala desa ini menuntut DPR RI agar melakukan revisi terhadap UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terkait masa jabatan.
Robi Darwis, Kepala Desa Poja, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan pihaknya meminta DPR untuk merevisi UU Desa agar masa jabatannya yang semulanya 6 tahun menjadi 9 tahun.
"Saya menghadiri acara ini dengan meminta kepada pemerintah pusat bapak presiden dan Ketua DPR RI, kami minta agar UU 2014 ini direvisi jadi jabatan kades 9 tahun. Itu harapan kami," kata Robi di depan Gedung DPR RI.
Menurut Robi, masa jabatan 6 tahun untuk kepala desa sangat singkat karena kerap memunculkan persaingan politik.
"Karena selama 6 tahun itu kami tetap ada persaingan politik, harapan kami ketika 9 tahun jabatan Kades, maka persaingan politik agak kurang karena waktu cukup lama," ujarnya.
Ia pun mengancam pihaknya akan kembali menggelar aksi besar-besaran apabila DPR tak merevisi UU Desa.
"Apabila jabatan kami tidak direvisi, maka kami seluruh Kades yang ada di Indonesia, kami siap aksi damai besar-besaran di Gedung DPR RI," ucap Robi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.