Pengamat: Revisi PP 109 Tahun 2012 Bukan Solusi Tangani Jumlah Perokok Anak
Rencana revisi PP 109 Tahun 2012 dinilai bukan solusi tepat dalam menangani masalah jumlah perokok anak di Indonesia.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pakta Konsumen, Ari Fatanen, menilai rencana revisi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan bukan solusi tepat dalam menangani masalah jumlah perokok anak di Indonesia.
Menurut Ari, secara substansi, PP 109 Nomor 2012 telah secara jelas mengatur larangan produk tembakau bagi anak berusia 18 tahun ke bawah.
Alih-alih revisi, Ari menilai seharusnya pemerintah mengutamakan sosialisasi, edukasi, serta penegakan implementasi untuk menjadi aspek yang harus diperkuat pemerintah.
“Kalau bicara PP 109/2012 dan kaitannya dengan prevalensi perokok anak, saya rasa tidak tepat apabila mau direvisi. Karena saya melihat saat ini sosialisasi yang berkaitan dengan pelarangan perokok anak itu tidak dilakukan secara maksimal oleh pemerintah. Padahal, pelarangan ini sudah diatur di dalam PP 109/2012,” ujar Ari dalam acara dialog bertema “Upaya Membangun Kesepahaman Bersama Tentang Kebijakan Pertembakauan Indonesia”, dikutip Senin (30/1/2023).
Ari menyarankan agar pemerintah membentuk gerakan bersama yang melibatkan semua pihak untuk menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada anak-anak terkait rokok.
Baca juga: Jual Rokok Batangan Masuk Revisi PP 109/2012 Dinilai Bikin Sulit Usaha Pertembakauan
Menurutnya, semua pihak mulai dari konsumen hingga industri telah memiliki komitmen yang sama untuk tidak memberikan akses produk tembakau kepada anak berusia 18 tahun ke bawah.
“Daripada revisi PP 109/2012, kami menyarankan untuk memberikan jalan tengah kepada pemerintah untuk melakukan pendekatan persuasif dengan maksimal. Karena, revisi regulasi tidak akan langsung efektif pada penerapannya,” kata dia.
Sebagai perwakilan konsumen, Ari juga mengatakan konsumen seringkali luput dari pandangan pemerintah sehingga tidak pernah dilibatkan dalam pembahasannya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tegas Larang Iklan Rokok di Internet Lewat Pengesahan Revisi PP 109/2012
Padahal, secara konstitusional konsumen memiliki hak untuk berpartisipasi dalam penyusunan regulasi.
“Terkadang konsumen diperlakukan seperti anak tiri. Jadi, pertama, kami menuntut hak partisipatif pelibatan konsumen dalam pembuatan kebijakan. Kedua, hak perlindungan, yaitu negara harus melindungi konsumen dari intervensi yang menciptakan keadilan,” tegasnya.
Selain itu, peneliti sekaligus pemerhati kebijakan, Agustinus Moruk Taek, mengatakan secara akademis usulan revisi PP 109/2012 bersifat kausal dan tidak didukung dengan riset yang kuat.
Misalnya, soal prevalensi perokok anak yang pa
Baca juga: Produsen Rokok Nilai PP 109 Tahun 2012 Masih Relevan, Lebih Baik Perkuat Penegakan Hukum
da faktanya telah mengalami penurunan. Ia juga menjelaskan bahwa, dalam naskah akademik, landasan filosofis yang tercantum hanya dari perspektif kesehatan tanpa mengindahkan kepentingan yang terlibat pada ekosistem pertembakauan.
Dari hasil penelitiannya, Agustinus juga melihat usulan revisi PP 109/2012 terkesan nirpartisipasi dan hanya mementingkan satu pihak. Ia mengungkapkan penyusunan kebijakan soal tembakau harus melihat dari berbagai perspektif karena menyangkut multisektor.
“Masalah rokok ini jangan hanya menggunakan satu perspektif. Jangan sampai perspektif sehat saja yang disuarakan, tapi perspektif sosial juga harus dimasukkan. Jangan sampai kita terjebak dalam kepentingan tertentu dan membuat kebijakan ini untuk membunuh industri tembakau,” pungkasnya.
Presiden Jelaskan Alasan Pemerintah Berencana Larang Penjualan Rokok Batangan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelaskan mengenai rencana pemerintah melarang penjualan rokok secara batangan.
Menurut Presiden rencana tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat.
“Itu kan kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya,” kata Presiden di Pujasera, Subang, Jawa Barat, Selasa, (27/12/2022).
Menurut Presiden di beberapa negara penjualan rokok sudah dilarang.
Indonesia masih memperbolehkan penjualan rokok, namun ke depannya tidak secara batangan.
“Di beberapa negara justru sudah dilarang tidak boleh. Kita kan masih tapi untuk yang batangan tidak,” katanya
Sebelumnya pemerintah membuka opsi untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Adapun rencana itu tertuang dalam lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari salinan Keppres 25/2022, Senin (25/12/2022) ada sejumlah ketentuan yang akan diubah melalui revisi PP 109 Tahun 2012.
Beberapa di antaranya yakni soal ketentuan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada produk tembakau.
PP tersebut juga akan mengatur ketentuan rokok elektronik, pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi, dan pelarangan penjualan rokok tembakau secara batangan.
Sementara itu, cakupan dari perubahan PP itu ada di lingkup pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi.
Ketentuan mengenai penegakan dan penindakan serta media teknologi informasi dan penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) juga akan diatur melalui perubahan PP tersebut.
Dalam keppres ini disebutkan bahwa Kementerian Kesehatan akan menjadi pemrakarsa revisi PP 109 Nomor 2012.