Tekan Emisi Gas Rumah Kaca, Kementerian LHK Dukung Pengembangan Karbon Biru
Pemerintah mendukung pengembangan ekosistem karbon biru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mendukung pengembangan ekosistem karbon biru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
"Karbon biru menjadi bagian penting juga untuk kita bisa memenuhi kewajiban kita sebagai negara yang bersama-sama di dalam konvensi perubahan iklim guna memenuhi upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca," kata Siti dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti KLHK, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Siti menyebut ekosistem laut yang meliputi hutan seperti mangrove, padang lamun, estuaria atau rawa air payau/rawa air asin, dan terumbu karang berpotensi sebagai penyerap dan penyimpan karbon.
"Memiliki potensi yang besar sebagai penyerap dan penyimpan karbon (carbon sequestration and storage) yang berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan lingkungan pesisir dan laut sebagai salah satu faktor utama dalam mendukung keberlangsungan Ekosistem Karbon Biru (EKB).
Siti menegaskan KLHK berkomitmen dan telah melakukan pemantauan mutu air laut secara periodik di setiap provinsi di seluruh Indonesia sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.
"Pada tahun 2022 hasil capaian Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) berada pada angka 84,41 dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 81,04," ungkapnya.
Baca juga: Kasus Lahan Sawit Inhu Riau, Saksi dari KLHK Sebut Duta Palma Tak Bisa Diproses Hukum
Menurutnya, pemerintah telah mengembangkan langkah bersama pemerintah daerah (Pemda) untuk menguatkan dan menjaga EKB.
"Pertama, perencanaan ruang wilayah dengan prinsip konservasi; pembangunan berbasis kepulauan berbasis masyarakat," ucap Siti.
Kedua, penataan pengembangan wilayah dengan identifikasi key problems, penataran ruang, cluster pengembangan, daya dukung berbasis sumberdaya.
Ketiga, pengembangan ekonomi dan sosial-budaya dengan rencana wilayah dan penggunaan lahan melalui program investasi, kualitas sumberdaya manusia, pelayanan dan akses informasi bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders), memperkuat format-format kearifan lokal untuk mengatasi kerentanan fisik wilayah kepulauan (kecil) dan secara khusus menjaga biodiversity yang sangat rentan hilang.
Keempat, pembangunan Infrastruktur atas dasar manfaat sosial ekonomi, sarana transportasi dan komunikasi serta fasilitasi pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi di pusat-pusat pertumbuhan.
Lebih lanjut, Siti menambahkan jika pihaknya berharap studi EKB terus diupdate berdasarkan situasi yang berkembang.
"Kami menyambut baik dan mendukung untuk kita terus berupaya mencapai carbon governance, dan untuk etika dan keadilan iklim," imbuhnya.