13 Serikat Buruh Tolak Perppu Cipta Kerja, Ajukan Gugatan ke PTUN Jakarta
Denny menjelaskan, satu diantara keberatan pihaknya atas terbitnya Perppu Cipta Kerja yakni perihal partisipasi publik.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 13 serikat buruh dan pekerja mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Tim kuasa hukum, Denny Indrayana mengatakan, gugatan tersebut diajukan menyikapi tindakan administrasi pemerintahan, Presiden dan DPR yang tidak melaksanakan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Pengujian Formil UU Cipta Kerja berupa perintah untuk melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja (Ciptaker).
"Intinya adalah adanya perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Oleh negara. Itu bahasa hukum ya," kata Denny, dalam konferensi pers, di PTUN Jakarta.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut Kegentingan Perppu Cipta Kerja Merupakan Wewenang Presiden Jokowi
"Karena adanya pembiaran, tidak dilakukannya dalam hal ini adalah perintah putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Ciptaker yang pada dasarnya memerintahkan kepada Presiden dan DPR sebagai pembuat Undang Undang untuk melakukan perbaikan atas UU Ciptaker, terutama dari sisi formil," sambungnya.
Adapun Denny menjelaskan, satu diantara keberatan pihaknya atas terbitnya Perppu Cipta Kerja yakni perihal partisipasi publik.
"Dengan terbitnya Perppu itu jelas-jelas pasti tidak ada partisipasi publiknya. Kan kegentingan yang memaksa. Mana ada partisipasi publik," ucapnya.
Lebih lanjut, Denny menuturkan, gugatan yang telah diajukan 13 Serikat Buruh dan Pekerja, di Mahkamah Konstitusi dan PTUN ini merupakan langkah hukum yang berkaitan.
"Satunya menguji konstitusionalitas Perppu itu, karena melanggar UUD. Yang kedua adalah terjadinya perbuatan melawan hukum," katanya.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dinilai Bentuk Pelanggaran Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil UU Ciptaker
13 Serikat Buruh dan Pekerja yang mengajukan gugatan ke PTUN, yaitu:
1. DPP Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia
2. DPP Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin – SPSI
3. DPP Gabungan Serikat Buruh Indonesia
4. DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
5. Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional
6. Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan KSPSI
7. Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan
8. Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia
9. Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia
10. PP Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi KSPSI
11. Serikat Buruh Sejahtera Independen ’92
12. Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh Indonesia – Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia
13. Federasi Serikat Pekerja Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat
Ajukan Uji Formil ke Mahkamah Konstitusi
Sebelumnya, sebanyak 13 serikat pekerja menyambangi kantor Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (25/1/2023) siang.
Mereka kompak mengajukan permohonan uji formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja.
Denny Indrayana yang bertindak sebagai kuasa hukum belasan serikat buruh tersebut, mengatakan pengajuan uji formil atas Perppu tersebut tetap dilakukan tanpa menunggu proses persetujuan atau penolakan dari DPR RI.
Denny menegaskan, uji formil Perppu Cipta Kerja oleh serikat buruh merupakan bentuk keseriusan dari para pemohon tersebut.
Organisasi serikat buruh meyakini bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) keliru dan melanggar konstitusi ketika menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Bakal Segera Dibacakan di Paripurna DPR
“Meskipun masih berbentuk Perppu, MK berwenang menguji konstitusionalitasnya. Dan karena ini adalah pelanggaran atas putusan MK tantang Ciptaker, yang berarti juga pelanggaran konstitusi,” kata Denny Indrayana.
“Maka pengajuan harus diajukan secepatnya untuk menghindari konstitusi lebih lama diterabas,” lanjut dia.
Denny mengatakan, jika DPR menyetujui Perppu Ciptaker, maka permohonan akan dimasukka kembali dengan menguji Undang-Undang Ciptaker tersebut sebagai objeknya.
“Kami tidak menguji materi Perppu Ciptaker, yang pasti juga banyak masalahnya, tetapi lebih memilih uji formil, karena penerbitan Perppu tidak memenuhi syarat konstitusional kegentingan yng memaksa,” ucapnya.
Rincian 13 organisasi serikat buruh yang mengajukan permohonan uji materi adalah:
Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan KSPSI
Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan KSPSI
Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin – SPSI
Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi KSPSI
Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan
Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia
Gabungan Serikat Buruh Indonesia
Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia
Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia
Federasai Serikat Pekerja Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat
Serikat Buruh Sejahtera Independen ’92
“Sebenarnya masih banyak serikat pekerja yang lain yang ingin bergabung, tetapi karena alasan teknis maka pada kesempatan awal pengujian Perppu ini, baru 13 organisasi tersebut yang melengkapi persyaratan sebagai pemohon,” kata Denny Indrayana.
Diteken Jokowi
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan mendesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.
“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum.
Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.
"Oleh sebab itu pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak seperti tadi disampaikan oleh Bapak Menko Perekonomian yaitu misalnya dampak perang Ukraina ya yang secara global maupun nasional mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia," Kata Mahfud.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.