Peneliti IKI: Kesetaraan Warga Negara Adalah Hal yang Dijamin Konstitusi
Sekretaris Umum IKI, Albertus Pratomo menyampaikan pesan penting bahwa kesetaraan warganegara adalah hal yang dijamin konstitusi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) adalah sebuah yayasan nirlaba, mengadakan diskusi awal tahun dengan tema 'Kewarganegaraan, Agama, dan Politik Identitas'.
Sekretaris Umum IKI, Albertus Pratomo menyampaikan pesan penting bahwa kesetaraan warganegara adalah hal yang dijamin konstitusi.
"Jangan seolah-olah kesetaraan kemudian dikaitkan dengan identitas kelompok tertentu."
"IKI menekankan hal ini dalam motonya yaitu Kita Satu, Kita Sama, Kita Setara, Satu Tujuan Indonesia,”ujar saat membuka diskusi, di Function Hall Wisma 46, seperti dikutip dari keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, pada Selasa (31/1/2023).
Hadir sebagai narasumber Ketua ICRP Musdah Mulia, Peneliti PMB BRIN Khoirul Muqtafa dan Ketua II IKI KH Saifullah Mashum.
"Memang yang kurang dari kondisi masyarakat kita adalah literasi agamanya, dan intepretasi-intepretasi yang lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat positif. Seperti kemanfaatan bagi semesta, atau kebahagiaan bagi semua makhluk," ucap Musdah.
Baca juga: IKI dan Dinas Dukcapil Kabupaten Tangerang Bantu Pemenuhan Dokumen Kependudukan Anak Disabilitas
Kekurangan inilah, menurut dia, yang menyebabkan masyarakat masih banyak yang termakan hoax, dan tidak bisa menyaring informasi dengan bijak.
"Tidak bisa menempatkan dirinya sebagai warganegara, tapi masih sebatas bagian dari kelompoknya.” jelas Musdah.
Saifullah Mashum menyampaikan bahwa sesungguhnya politik identitas, bisa dianggap wajar jika memperjuangkan hal-hal yang bersifat positif dan tidak merugikan siapapun.
"Menjadi persoalan kalau politik identitas digunakan untuk membelah antara sesama warganegara Indonesia berdasarkan tidak hanya agama, bisa juga etnis atau status sosial,”Kata Mashum.
Mashum juga meyakini pemanfaatan politik identitas yang masuk kategori buruk.
“Justru akan merugikan pihak yang memanfaatkan hal tersebut di tengah masyarakat yang majemuk dengan tingkat kewarganegaraan yang matang.”
Hal yang lebih mendasar dipaparkan Khoirul Muqtafa, bahwa secara teoritis memang politik identitas menemukan ruangnya di era cultural turn atau kondisi-kondisi tertentu dari multikulturalisme.
"Memang secara teori politik identitas dapat dikategorikan good, bad, dan ugly. Sayangnya apa yang terjadi 2017 lalu itu bentuk ugly-nya. Karena mengunggulkan satu kelompok dan seolah meniadakan kelompok lainnya,”pungkas peneliti BRIN tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.