Tak Ditemukan Unsur Pidana, Bareskrim Polri Hentikan Perkara Penipuan McLaren Tony Trisno
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Wishnu Hermawan membenarkan penghentian penyidikan tersebut.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan terhadap kasus dugaan penipuan jual beli mobil McLaren Senna yang dilaporkan pengusaha Tony Trisno.
Kasus itu disebut bukan tindak pidana.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Wishnu Hermawan membenarkan penghentian penyidikan tersebut.
Menurutnya, penghentian penyidikan tersebut dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara.
"Sesuai gelar perkara, sudah," kata Whisnu kepada wartawan, Rabu (1/2/2023).
Berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan penyelidikan yang diterbitkan Bareskrim Polri kepada Tony Trisno tertanggal 27 Januari 2023, gelar perkara dilakukan pada 1 September 2022.
Baca juga: Datangi Polres Cianjur, Korban Penipuan Wowon cs Lapor Alami Kerugian Rp100 juta, Harap Uang Kembali
Gelar perkara tersebut merekomendasikan kasus dengan Nomor Laporan Polisi tertanggal 12 Juni 2021 yang dilaporkan oleh Tony Trisno ke Bareskrim bukan merupakan tindak pidana sehingga penyelidikannya dihentikan.
“Laporan dengan sangkaan Pasal 378 dan 372 KUHP terkait penipuan, perbuatan curang, dan tindak pidana penggelapan, yang diduga dilakukan terlapor Ian Rian Susanto dihentikan karena bukan merupakan tindak pidana terhitung tanggal 26 Januari 2023,” bunyi surat ketetapan penghentian penyidikan tersebut.
Kuasa hukum Tony Sutrisno, Heroe Waskito, mengatakan kasus ini berawal dari pembelian mobil McLaren Senna oleh Tony Trisno pada akhir 2018 lalu.
Dia membeli mobil mewah tersebut lewat seorang petinggi PT Mega Performa Indonesia–dealer resmi McLaren di Indonesia–bernama Ian Rian Susanto. Harga mobil yang ditawarkan mencapai angka Rp 18,5 miliar.
Baik Tony maupun Ian menyepakati pembayaran dilakukan secara bertahap sebanyak enam kali.
Sayangnya, setelah ditunggu sekian lama, mobil dengan kecepatan 340 km per jam itu tak kunjung tiba ke Indonesia.
Heroe menyebut Ian berdalih ada masalah dalam pengurusan fasilitas impor mobil tersebut.