Bacakan Pleidoi, Irfan Widyanto Sampaikan Pesan ke Istri dan Anak: Tetap Tabah dan Kuat Hadapi Semua
Pesan itu disampaikan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri tersebut, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J yakni Irfan Widyanto menyampaikan pesan, kepada istri, anak dan keluarganya untuk tetap tegar dalam menjalani kehidupan.
Pesan itu disampaikan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri tersebut, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana 1 tahun penjara.
"Kepada istri dan anak-anak, kalian harus tetap tabah dan kuat menghadapi semua ini," kata Irfan Widyanto dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Irfan Widyanto Minta Dibebaskan dari Kasus Perintangan Penyidikan Tewasnya Brigadir J
Lebih lanjut, Irfan juga mengakui kalau, perkara yang menjeratnya ini merupakan cobaan atas risiko yang diambilnya sebagai anggota Polri.
Tak lupa dia juga turut menyanjung keluarganya yang sudah bertahan dan mendoakan dirinya sejauh ini.
"Seperti yang Papa selalu bilang kepada kalian bahwa setiap tugas mempunyai resiko, dan inilah resiko tugas yang harus Papa hadapi. Terima kasih untuk keluarga ku tercinta, Kalian Hebat!" tukas dia.
Sebelumnya, Irfan Widyanto juga menyatakan harapannya untuk dibebaskan dalam perkara yang menjeratnya kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Majelis Hakim yang saya muliakan dapat menyatakan saya tidak bersalah dan membebaskan saya dari semua dakwaan yang didakwakan kepada saya," kata Irfan saat membacakan pleidoi.
"Majelis Hakim yang saya muliakan, bahwa Keputusan Majelis Hakim yang terhormat akan menjadi tolak ukur bagi Komisi Kode Etik Profesi Polri terkait apakah saya masih pantas mengabdi untuk Negara dengan tetap menjadi seorang Prajurit Bhayangkara," kata dia.
Baca juga: Vonis Hakim di Kasus Perintangan Penyidikan Jadi Penentu Nasib Irfan Widyanto di Institusi Polri
Padahal menurut Irfan, tindakan dirinya yang akhirnya menggiringnya menjadi terdakwa tersebut karena didasari atas kepatuhannya dalam menuruti perintah atasan.
Sebab kata lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) 2010 itu, dirinya hanyalah seorang prajurit yang sudah menanamkan sifat Satya Haprabu.
"Saya hanya Prajurit Bhayangkara yang mulia, yang hanya menjalankan perintah atasan, sebagaimana doktrin Satya Haprabu, senioritas, dan kewenangan Propam yang mengikat," tegas Irfan.
Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.
Baca juga: Dalam Pleidoi, Irfan Widyanto Minta Tak Dipecat dari Polri: Saya Hanya Jalankan Perintah Atasan
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.
Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.
Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.
Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.