Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi II DPR Dalami Keterkaitan Isu Penghapusan Jabatan Gubernur dengan Amandemen UUD 1945

Doli dalami wacana penghapusan jabatan gubernur dengan upaya untuk mendorong terjadinya amendemen atau perubahan UUD 1945.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komisi II DPR Dalami Keterkaitan Isu Penghapusan Jabatan Gubernur dengan Amandemen UUD 1945
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, dirinya sedang mendalami keterkaitan antara wacana penghapusan jabatan gubernur dengan upaya untuk mendorong terjadinya amendemen atau perubahan UUD 1945.

Sebab, menurutnya di tengah persiapan menuju Pemilu 2024, selalu muncul isu yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu.

"Saya mau cari tahu, apakah ini semua agenda-agenda yang disampaikan, wacana-wacana yang dimunculkan itu mendorong terjadinya amandemen UUD 1945. Ini yang saya mau cari tahu," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2023).

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menjelaskan, jabatan gubernur bukan hanya diatur di dalam undang-undang, namun juga diatur di dalam UUD 1945

Sebab itu, perlu dilakukan amendemen UUD 1945 jika ingin menghilangkan jabatan gubernur.

"Jadi kalau pun itu mau dihilangkan, ya saya kita itu juga jadi harus ada amendemen UUD 1945," ucap Doli.

"Nah ini yang saya katakan tadi, saya mau cari tau apakah memang ini semua ya kan, agenda-agenda ya g disampikan, rencana-rencana atau wacana-wacana yang muncul itu (terkait amendemen)," tandasnya.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menginginkan adanya perubahan sistem politik di Indonesia.

Nantinya, Cak Imin ingin jabatan gubernur dihilangkan dari struktur pemerintahan.

Awalnya, Cak Imin mengungkapkan kelemahan politik era reformasi yang kini semakin pragmatis. Ia menuturkan bahwa politik terus berkompetisi tiada henti selama 24 jam.

"Salah satu kelemahan era reformasi yang paling mendesak diatasi adalah politik yang pragmatis, kompetisi yang tidak ada henti. Kelihatannya damai tapi kompetisinya tidak pernah berhenti 24 jam. Ini sistem yang melelahkan," kata Cak Imin dalam acara sarasehan nasional satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (30/1/2023).

Dijelaskan Cak Imin, kondisi ini membuat pemilu kini semakin membutuhkan uang.

Dia bilang, uang akan menentukan perilaku pemilih dan kemenangan dalam Pemilu.

"Dimana pemilu yang pragmatis bahwa uang yang menentukan banyak hal dalam perilaku pemilu yang itu artinya masa depan kader-kader NU juga agak madesu, masa depan suram," jelasnya.

Lebih lanjut, Cak Imin menambahkan bahwa hal ini berdampak besar terhadap aktivis-aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang ingin mendapatkan jabatan publik. Sebab mayoritasnya, mereka tak memiliki uang untuk bersaing dalam kontestasi politik.

"Karena aktivis-aktivis NU yang selama ini bisa murah sampai bisa duduk jabatan-jabatan publik sekarang berhadapan dengan lapangan yang sangat pragmatis. Jadi kader kader yang mau nyaleg ini sudah membuat kita stress duluan karena modalnya cekak, popularitasnya juga rendah," ungkapnya.

Dia pun mencontohkan kadernya Cucun Ahmad Syamsurijal yang kini harus berupaya meningkatkan elektabilitas demi bersaing dengan orang yang memiliki banyak uang.

"Kemarin pak haji Cucun baru jadi doktor bidang politik ekonomi dan ekonomi politik di UNPAD. Salah satu tujuannya apa? selain doktor ini, tujuannya meningkatkan elektoral. Elektabilitas sangking mahalnya bersaing itu loh. Nah ini sistem politik reformasi yang harus kita evaluasi total," jelasnya.

Oleh karena itu, Cak Imin pun mengusulkan pemilihan langsung yang digelar hanya pemilihan presiden, bupati dan Walikota. Sementara itu, pemilihan gubernur nantinya tidak diperlukan lagi.

Baca juga: Soal Wacana Penghapusan Jabatan Gubernur, Jokowi Sebut Perlu Dikaji dan Dikalkulasi Secara Mendalam

Bahkan, kata dia, Cak Imin mendukung jabatan Gubernur untuk dihilangkan dari struktural di pemerintahan. Sebab, jabatan itu disebut tidak lagi fungsional.

"Makanya PKB sih mengusulkan Pilkada hanya pemilihan langsung hanya Pilpres dan Pilbup dan Pilkota. Pemilihan gubernur tidak lagi karena melelahkan. Kalau perlu nanti Gubernur pun nggak ada lagi karena tidak terlalu fungsional dalam jejaring pemerintahan. Banyak sekali evaluasi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas