Jelang Vonis Ferdy Sambo: Ini Kronologi Pembunuhan Brigadir J, Peran Para Terdakwa & Daftar Tuntutan
Berikut ini adalah kronologi, peran terdakwa hingga tuntutan kepada terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan Brigadir J alias Yosua yang melibatkan para petinggi Polri, terutama di Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Polri memasuki babak akhir.
Hari Senin besok, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan atau Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, bersama istrinya, Putri Candrawathi, akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi dijadwalkan akan dihadirkan secara langsung untuk mendengarkan putusan hakim tersebut.
Berikut kami rangkumkan kronologi, peran terdakwa hingga tuntutan kepada mereka.
1. Kronologi
Dalam surat dakwaan itu, Ferdy Sambo bisa dibilang merupakan otak dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Eks Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ini membunuh melalui tangan para ajudan-ajudannya.
Niat membunuh Ferdy Sambo terhadap Brigadir J dipicu oleh insiden dugaan pelecehan seksual yang terjadi di rumah pribadinya di Magelang, Jawa Timur.
Brigadir J disebut telah melecehkan sang istrinya tercinta.
Sembari terisak tangis, Putri Candrawathi pun sempat mengadukan insiden tersebut kepada Ferdy Sambo via telepon saat masih di Magelang.
Lalu, cerita tersebut dijelaskan kembali saat Putri tiba di rumah pribadinya di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Mendengar cerita sepihak yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat terdakwa Ferdy Sambo menjadi marah, dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota Kepolisian sehingga Terdakwa Ferdy Sambo. Berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan di PN Jaksel pada Senin (17/10/2022).
Baca juga: Ulasan Lengkap Kasus Ferdy Sambo Jelang Vonis, Kronologis Hingga Pembelaan Putri Candrawathi Cs
Rencana pembunuhan terhadap Brigadir J pun mulai dirancang Ferdy Sambo.
Awalnya, dia menghubungi Bripka Ricky Rizal (RR) agar menemui dirinya di lantai 3 rumah pribadinya, Jalan Saguling III, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Saat itu, Sambo langsung menawarkan agar Bripka Ricky Rizal menjadi eksekutor. Caranya, dia meminta agar ajudannya tersebut menembak Brigadir J hingga tewas.
Namun, Bripka RR menyatakan dirinya menolak dan tidak mau mengeksekusi Brigadir J. Alasannya, dia mengaku tidak berani dan tidak kuat mental untuk menembak rekannya sendiri.
"Kamu berani enggak tembak dia (Yosua)?," tanya Sambo.
"Tidak berani pak, karena saya enggak kuat mentalnya pak," jawab Bripka RR.
"Tidak apa-apa, tapi kalau dia (Yosua) melawan, kamu backup saya di Duren Tiga," balas Sambo.
Sayangnya, Bripka RR tak sama sekali membantah saat atasannya itu berbicara ingin membunuh Brigadir J.
Sebaliknya, Bripka RR justru dianggap mendukung rencana pembunuhan berencana ini dengan memanggil eksekutor lain yaitu Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Saat itu, Bripka RR turun kembali ke lantai bawah dan menemui Bharada E. Dia meminta agar rekannya itu dapat menemui Ferdy Sambo yang berada di lantai 3.
Di tempat itu, Ferdy Sambo awalnya bercerita soal kejadian istrinya yang diduga dilecehkan Brigadir J di rumah Magelang. Karena merasa tergerak hatinya, keduanya pun mulai merancang untuk membunuh Brigadir J.
"Berani kamu tembak Yosua?," tanya Ferdy Sambo.
"Siap Komandan!," jawab Bharada E.
Lalu, Sambo pun memberikan menyerahkan 1 kotak peluru berisikan 9 mm kepada Bharada E. Lalu, Sambo meminta agar Bharada E mengisi peluru yang ada di senjata api miliknya dengam merk Glock 17.
Sebelum mengeksekusi Brigadir J, Ferdy Sambo terlebih dahulu menjelaskan skenario yang nanti akan dimainkan saat Brigadir J usai dieksekusi.
Dia pun menjelaskan soal skenario baku tembak antara dua ajudan.
Saat itu, Putri Candrawathi juga turut mendengar skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo terkait alasan Brigadir J tewas.
Tak hanya itu, dia juga terlibat dalam CCTV di rumah dinas hingga pemakaian sarung tangan saat eksekusi Brigadir J.
Singkat cerita, Sambo pun telah terlebih dahulu melucuti senjata api milik Brigadir J dengan melalui tangan Bripka RR.
Diam-diam Bripka RR menyimpan senjata api Brigadir J di mobil Lexus milik Sambo.
Lalu, Bharada E diperintahkan Ferdy Sambo untuk mengambil senjata itu di mobil tersebut.
Lalu, dia membawakan senjata tersebut ke hadapan Sambo yang berada di lantai 3.
"Saksi Richard Eliezer telah melihat Ferdy Sambo telah menggunakan sarung tangan warna hitam sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ungkap JPU.
Rencana pembunuhan berencana pun dimulai. Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saling bekerja sama menggiring agar Brigadir J menuju lokasi pembunuhan yang juga di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo dan Putri mengajak Brigadir J, Bripka RR, Kuat Maruf hingga Bharada E ke rumah dinasnya. Alasannya, mereka harus menjalani isolasi mandiri (isoman) seusai menjalani swab PCR usai perjalanan dari Magelang.
"Padahal saksi Ricky Rizal dan Kuat Maruf tidak melakukan test PCR karena akan kembali ke Magelang, akantetapi turut mendukung kehendak bersama terdakwa Ferdy Sambo untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat," jelas JPU.
Sesampainya di Duren Tiga, mereka pun mulai menjalankan rencana pembunuhan terhadap Brigadir J.
Adapun Brigadir J turun terlebih dahulu turun dari mobil dan membuka pagar rumah.
Lalu, Putri Candrawathi turun dari mobil yang lalu diikuti oleh Kuat Maruf masuk ke dalam rumah dinas lewat garasi menuju dapur.
Sedangkan, Bripka Ricky Rizal tetap berada di garasi halaman rumah tersebut.
Lalu, Kuat Maruf diam-diam menutup pintu depan rumah dan menutup pintu balkon yang diduga sebagai persiapan sebelum mengeksekusi Brigadir J.
Pasalnya, saat itu kondisi luar rumah masih dalam keadaan terang benderang.
Selanjutnya, Bharada E pun juga menyusul masuk ke kamar ajudan di lantai 2. Di sana, Bharada E berdoa untuk meyakinkan kehendaknya untuk bisa mengeksekusi Brigadir J.
Di tempat lain, Brigadir J masih bersama Bripka RR di garasi rumah tersebut.
Bripka RR yang mengetahui rencana pembunuhan tersebut tidak memberitahukan kepada Brigadir J.
Padahal, saat itu merupakan kesempatan terakhir Bripka RR mengingatkan Brigadir J untuk pergi dari rumah dinas tersebut. Namun, dia memilih diam dan membiarkan rencana pembunuhan terus bergulir.
Rencana eksekusi terhadap Brigadir J pun dimulai. Pada pukul 17.08 WIB, Ferdy Sambo bersama dengan ajudannya Adzan Romer dan sopir pribadi Prayogi Iktara berjalan dari rumah pribadi menuju rumah dinas di Duren Tiga.
Saat itu, kendaraan Ferdy Sambo mendapatkan pengawalan dari mobil dinas pengawalan dan pengawal motor.
Perjalanan pun singkat hanya menempuh 2 menit saja atau tiba pukul 17.10 WIB di rumah dinas Duren Tiga.
Setibanya di sana, Ferdy Sambo pun langsung bergegas turun dari mobil. Namun baru berjalan beberapa langkah, senjata api berjenis HS yang dibawanya tak sengaja terjatuh.
Saat itu, Adzan Romer sempat berupaya untuk membantu Sambo mengambil senjata tersebut.
Namun, hal itu dilarang dan Sambo memilih mengambil senjata api tersebut sendiri.
Selanjutnya pada pukul 17.11 WIB, Ferdy Sambo pun masuk ke dalam rumah dan menemui Kuat Maruf di lantai satu. Saat itu, raut wajah Sambo telah dalam kondisi emosi dan marah.
"Watt! Dimana Ricky dan Yosua. Telpon!," seru Sambo.
Lalu, Bharada E yang mendengar teriakan Sambo langsung turun dari lantai 2. Dia langsung diminta Sambo untuk mengokang senjatanya untuk bersiap mengeksekusi Brigadir J.
Pada pukul 17.12 WIB, Kuat Maruf yang telah mengetahui rencana Ferdy Sambo juga langsung menemui Bripka RR yang berada di luar.
Tujuannya, keduanya masuk ke dalam rumah untuk menemui Sambo.
Lalu, Bripka RR menghampiri Brigadir J untuk bisa masuk ke dalam rumah bersama.
Lalu, Brigadir J pun menyanggupinya tanpa rasa curiga sedikitpun bahwa ternyata dirinya bakal dieksekusi.
Ferdy Sambo dan Brigadir J pun bertemu di meja makan. Tanpa basa basi, Ferdy Sambo langsung memegang leher dan mendorong Brigadir J ke depan sehingga posisi Brigadir J tepat berada di depan tangga.
Saat kejadian ini, Putri Candrawathi berada di dalam kamar yang letaknya hanya 3 meter dari lokasi Brigadir J dieksekusi. Sedangkan, Bripka RR masih berada di halaman rumah.
Lalu, Bharada E berada di samping Sambo dan Kuat Maruf berada di belakang Sambo dengan maksud berjaga-jaga dengan pisau jika Brigadir J melakukan perlawanan.
Setelah itu, Ferdy Sambo meminta kepada Brigadir J untuk jongkok di hadapan Ferdy Sambo. Selanjutnya, Brigadir J yang kebingungan akhirnya jongkok sambil mengangkat tangan.
"Jongkok kamu!!," kata Sambo kepada Brigadir J.
"Ada apa ini?" jawab Brigadir J.
Selanjutnya, Ferdy Sambo memerintahkan agar Bharada E menembak Brigadir dengan berteriak dengan suara yang keras.
"Woy! kau tembak ! kau tembak cepat!! Cepat woy kau tembak!," kata Sambo kepada Bharada E.
Atas perintah Ferdy Sambo, Bharada E akhirnya menembak Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali tembakan hingga korban terkapar penuh darah.
Namun, penembakan itu mengakibatkan sejumlah luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Di antaranya, dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.
"Ferdy Sambo menghampiri Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan," ungkap Jaksa.
Lalu, Ferdy Sambo turut ikut menembak Brigadir J sebanyak satu kali untuk memastikan Brigadir J meninggal dunia. Tembakan itu tepat mengenai di bagian kepala bagian belakang.
Kemudian, Ferdy Sambo pun langsung menembak ke arah dinding-dinding rumahnya.
Tujuannya, dia berusaha merekayasa kasus seolah-olah kematian Brigadir J akibat baku tembak dengan Bharada E.
Setelah itu, Ferdy Sambo pun keluar rumah dinas sekitar pukul 17.16 WIB dan berpapasan dengan ajudannya Adzan Romer. Saat itu, Romer sedang berlari menuju ke dalam rumah karena mendengar adanya suara tembakan.
Lalu, Ferdy Sambo pun mulai menjalankan skenario dengan menyalahkan Adzan Romer karena tidak bisa menjaga istrinya hingga mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J.
Selanjutnya pada pukul 17.17 WIB, Putri Candrawathi dengan suatu alasan tertentu masih sempat berganti pakaian ketika masuk ke rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya, Putri Candrawathi berpakaian sweater warna coklat dan celana legging warna hitam.
Namun ketika keluar dari rumah dinas, Putri sudah berganti pakaian model blus kemeja warna hijau garis-garis hitam dan celana pendek warna hijau garis-garis hitam.
Rangkaian kasus ini menunjukkan bahwa keempat terdakwa telah terbukti bersama-sama membunuh Brigadir J secara terencana, yang mana peran masing-masing, sebagai berikut:
2. Peran Para Terdakwa
- Peran Ferdy Sambo:
- Perancang pembunuhan terhadap Brigadir J
- Memberikan 1 kotak peluru 9 mm kepada Bharada E untuk eksekusi Brigadir J
- Ferdy Sambo perintahkan Bharada E Tembak Brigadir J
- Ferdy Sambo Turut Tembak Brigadir J
- Peran Bripka Ricky:
- Tidak cegah niat jahat Ferdy Sambo yang akan bunuh Brigadir J
- Lanjutkan rencana pembunuhan dengan panggil Bharada E untuk temui Ferdy Sambo
- Amankan senjata api milik Brigadir J dengan maksud tak melawan saat dieksekusi
-Peran Putri Candrawathi:
- Ikut dengar saat Ferdy Sambo dan Bharada E lagi merancang terhadap pembunuhan Brigadir J
- Terlibat pembicaraan dengan Ferdy Sambo soal CCTV di rumah dinas dan pemakaian sarung tangan saat eksekusi Brigadir J
- Turut menggiring agar Brigadir J ke lokasi pembunuhan di rumah dinas Ferdy Sambo
-Peran Kuat Maruf:
- Mengetahui rencana Ferdy Sambo ingin bunuh Brigadir J
- Sengaja bawa pisau jika Brigadir J melawan saat dieksekusi
- Diam-diam tutup balkon dan pintu depan rumah sebelum Brigadir J dieksekusi.
3. Daftar tuntutan Jaksa untuk kelima terdakwa
A. Kuat Maruf
Sopir keluarga Ferdy Sambo ini telah terbukti secara sah dan menyakinkan memenuhi rumusan-rumusan perbuatan pidana turun serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu.
"....Menjatuhkan terdakwa Kuat Maruf dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa penangkapan," ujar JPU Rudi Irmawan saat membacakan tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023) yang dikutip dari Kompas TV.
Menurut JPU ada hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa Kuat Maruf.
Pertama, perbuatan Kuat Maruf mengakibatkan hilangnya nyawa korban Brigadir Yosua.
Kedua, terdakwa bersikap tidak kooperatif lantaran memberikan keterangan berbelit-belit.
Serta, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatan-perbuatannya dalam memberikan keterangan di depan persidangan.
"Akibat perbuatan Kuat Maruf itu menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat," ujar JPU.
Sementara hal yang meringankan terdakwa.
Pertama, Kuat Maruf belum pernah dihukum.
Kedua, terdakwa juga berlaku sopan di persidangan.
Serta, terdakwa tidak memiliki motivasi pribadi dan hanya mengikuti kehendak jahat.
B. Ricky Rizal
Bripka RR menjadi terdakwa kedua yang dibacakan tuntutannya oleh JPU dihari yang sama dengan Kuat Maruf.
Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara berdasarkan fakta persidangan yang diungkap.
JPU menilai, peran ajudan Ferdy Sambo itu memuluskan niat jahat mantan atasannya.
Berikut peran Ricky Rizal yang diungkap di dalam pembacaan tuntutan oleh JPU pada hari ini:
Pertama, melakukan pengamanan senjata milik Brigadir Yosua.
"Sesuai fakta persidangan yang bersesuian satu sama lain, pengamanan senja api milik Brigadir Yosua ke dashbroad mobil Lexus dan menyerahkan senjata api ke Richard Eliezer," kata JPU dalam persidangan yang digelar di PN Jakarta Selatan.
Kemudian, meletakkan di bagian kaki kursi depan sebelah kiri mobil Lexus yang ditumpangi oleh Putri Candrawathi.
"Ini adalah respon dalam bentuk kehendak dan rencana sebagai ajudan yang sudah terlatih untuk memuluskan dan mendukung kehendaksasi Ferdy Sambo yang berencana meminta bantuan kepada mereka untuk memberikan back-up kepada Ferdy Sambo apabila korban melakukan perlawanan pada saat dilakukan konfirmasi di Jakarta," terang JPU.
Disebutkan JPU bahwa senjata api melekat pada masing-masing ajudan dan tidak boleh diamanakan satu sama lainnya.
Kedua, mengawasi pergerakan korban Yosua
Dari fakta persidangan terungkap bahwa Ricky Rizal yang mengemudikan mobil Lexus yang juga ditumpangi Brigadir Yosua.
Sementara, Putri Candrawathi berada satu mobil lainnya dengan Richard Eliezer, Susi, yang dikemudikan oleh Kuat Maruf.
"Bahwa pemisahan dari mobil yang ditumpangi korban oleh Putri berhubungan erat dengan masalah yang terjadi di Magelang dan kehendak Sambo yang akan melakukan konfirmasi terhadap korban," ujar JPU.
"Terdakwa Ricky Rizal secara fisik melakukan pengawasan terhadap korban Yosua dan sekaligus untuk memudahkan terdakwa memantau dan mengawasi pergerakan korban," sambung JPU.
C. Ferdy Sambo
Ferdy Sambo dinilai sengaja dan melakukan perencanaan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
JPU pun menilai tidak ada hal yang meringankan Ferdy Sambo dalam perkara ini.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Putri Candrawathi dengan hukuman 8 tahun penjara.
“Kami menuntut supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini memutuskan Putri Candrawathi bersalah dan menjatuhkan pidana penjara 8 tahun,” kata jaksa saat membacakan tuntutan di persidangan, Rabu (18/1/2023).
Adapun jaksa wajib mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan terhadap terdakwa.
"Hal memberatkan perbuatan terdakwa mengakibatkan hilangnya nyawa korban Yosua dan duka mendalam bagi keluarganya,” ujar JPU.
Kemudian terdakwa berbelit-belit dan tak mengakui perbuatannya sebagaimana keterangan di persidangan.
Lalu, perbuatan Putri menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat.
Sementara, ada hal yang meringankan Putri Candrawathi.
“Hal-hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa sopan dalam persidangan," ujar JPU lagi.
E. Bharada E
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang Rabu (18/1/2023).
Richard Eliezer dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Menurut jaksa, pembunuhan berencana dilakukan bersama-sama empat terdakwa lain yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Ma’ruf.
“Menyatakan terdakwa Richard Eliezer terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata jaksa.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.