Kirim Surat Terbuka ke Presiden, Ketua Komnas PA: Pelabelan BPA Wajib Hukumnya
Arist Merdeka Sirait menulis surat terbuka ke Presiden Jokowi agar peraturan BPOM No. 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera diteken
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Regulasi pelabelan galon polikarbonat terkait kandungan bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) yang dirancang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menjadi polemik. Berbagai isu yang beredar di lini massa, mulai dari pengalihan isu persaingan usaha, greenwashing hingga pelibatan akademisi tertentu membuat regulasi tersebut urung diteken pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengaku sudah menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi agar peraturan BPOM No. 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera ditandatangani.
“Wajib hukumnya industri menggunakan label. Peraturan Kepala BPOM No. 31 tahun 2018 sudah disusun dengan persetujuan DPR, dan sudah diserahkan ke Setneg untuk mendapatkan persetujuan Presiden,” kata Arist di Jakarta Timur, Kamis (26/1/2023)
Arist menjelaskan bahwa regulasi tersebut lahir untuk melindungi ibu-ibu dan anak-anak dari bahaya BPA.
Isu terkait kandungan BPA pada kemasan makan dan minuman memang sudah menjadi isu global. Beberapa studi internasional menyebutkan bahaya BPA terhadap kesehatan, terutama pada janin, balita dan orang dewasa. Beberapa negara seperti Prancis, Kanada, Jepang, Malaysia dan 11 negara bagian di Amerika Serikat (AS) juga sudah melarang penggunaan plastik BPA untuk kemasan pangan meski masih menjadi perdebatan dari beberapa industri.
Dilansir dari Washington Post (31/5/2009), para pemimpin industri yang menggunakan senyawa BPA berupaya melakukan perlawanan dengan segala cara agar produk kemasan mereka tidak diregulasi.
Cara paling popular yang digunakan adalah dengan menggunakan jasa kampanye perusahaan public relations, dan aktif melakukan strategi lobi untuk mencegah jangan sampai pemerintah AS melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan.
Richard Wiles dari the Environmental Working Group, lembaga advokasi asal Amerika, mengatakan sikap kalangan industri pengguna BPA tersebut bukan hal baru. "Industri BPA mengadopsi taktik industri tembakau dan asbes – saat mereka terdesak karena tak bisa berlindung lagi di balik sains, mereka kemudian berubah menggunakan taktik menakut-nakuti dan menggunakan jasa perusahaan public relations.”
Lobi industri di AS memang cukup kuat. Meski ada lebih dari 100 publikasi penelitian tentang bahaya BPA, Food and Drug Administration (FDA atau BPOM-nya AS) masih belum meregulasi kemasan BPA,
Menurut Washington Post, mereka berupaya menghapus ketakutan publik tentang bahaya BPA. Target utama mereka adalah para ibu muda yang mengatur keuangan di dalam rumah tangga dan lebih punya kepedulian terhadap masalah kesehatan. para eksekutif tersebut yakin bisa memenangkan, “pertarungan di badan legislatif, dan mendekati pihak-pihak yang punya pengaruh dan mampu memengaruhi proses di dalamnya.”
Taktik yang dilakukan bisa dengan menggunakan,”taktik menakut-nakuti” agar konsumen tak punya pilihan lain, selain menjauhi alternatif kemasan bebas BPA (karena diisukan lebih mahal atau berbahaya juga) dan tetap menggunakan kemasan yang mengandung BPA.