Kesepakatan Internasional Sudah Lama Larang BPA, Pakar Polimer: Berkaitan dengan Risiko Kesehatan
Kesepakatan internasional sudah lama melarang bahan-bahan kimia berbahaya untuk digunakan manusia, salah satunya senyawa BPA pada kemasasan air minum.
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Pakar polimer Universitas Indonesia, Prof Dr Mochamad Chalid, SSi, MSc.Eng mengungkapkan bahwa kesepakatan internasional sudah lama melarang bahan-bahan kimia berbahaya untuk digunakan manusia, salah satunya senyawa Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum.
Dalam rilis yang diterima Tribunnews (13/11), Prof Chalid menjelaskan, isu bahan kimia berbahaya pada kemasan plastik untuk manusia dan lingkungan ini juga sudah menjadi isu global.
“Kalau bicara dilarang, sebenarnya (BPA) sudah lama dilarang di beberapa negara. Itu sudah ada dalam kesepakatan bahan-bahan kimia yang kategorinya berbahaya,” kata Prof Chalid, dalam sebuah talkshow, di Jakarta (30/10).
Menurutnya, kekhawatiran dunia internasional terhadap sampah plastik bukan hanya karena permasalahan sampah plastiknya, tetapi juga berkaitan dengan banyak bahan kimia yang disebutkan dan berkaitan dengan risiko kesehatan, termasuk BPA.
“Walhasil, hal ini menjadi masalah bukan hanya masalah nasional, tapi juga regional, bahkan jadi masalah global,” kata Prof Chalid. "BPA bisa masuk dalam chemical of concern itu banyak hal. Pertama, yang menjadi hal penting adalah kaitan dengan kesehatan. Kalau kaitan dengan kesehatan itu nomor satu," tambahnya.
Baca juga: Benarkah BPA Pengaruhi Kesuburan hingga Picu Kelahiran Bayi Prematur? Ini Penjelasan Dokter
Mengenai bahaya BPA pada kemasan polikarbonat, Prof Chalid menyampaikan bahwa proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
Terlebih, bahan kimia tersebut saat ini juga kerap digunakan untuk kemasan pangan, termasuk galon guna ulang.
Perlu diketahui, seringkali kemasan polikarbonat yang didistribusikan pada masyarakat terpapar oleh sinar matahari secara langsung. Nah, paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat ini dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air.
Selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan. Misalnya, banyak galon polikarbonat bermerek masuk ke depot isi ulang, kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya, kemudian kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang.
Sebagai informasi, Prof Chalid juga merupakan salah satu tim ahli Indonesia pada pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) yang akan dilaksanakan di Busan, Korea Selatan, akhir November tahun ini.
Adapun pada sesi kelima Komite Negosiasi Antar-Pemerintah (INC-5) ini dilaksanakan untuk mengembangkan International Legally Binding Instrument (ILBI) atau instrumen hukum internasional yang mengikat (ILBI) tentang polusi plastik, termasuk di lingkungan laut dijadwalkan berlangsung dari 25 November hingga 1 Desember 2024 di Busan, Republik Korea Selatan.
“Konteks dengan ILBI, itu sudah disarankan oleh tim ahli, dalam hal ini pertemuan Bangkok lalu, yang direkomendasikan untuk mengacu pada konsensus-konsensus yang sudah dilakukan seperti di Rotterdam dan Perancis, salah satu di antaranya (yang direkomendasikan dilarang) senyawa BPA,” pungkasnya.
Baca juga: Bukan Sekadar Tren, Masyarakat Perlu Mengetahui Fakta Terkait BPA dan Bahayanya
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.