Pengamat Sebut Isu Utang Rp 50 Miliar Anies Baswedan Bagian dari Serangan Sporadis Politik
Adi Prayitno menilai terkuaknya hutang Rp 50 miliar Anies Baswedan merupakan bagian dari serangan sporadis politik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Anies pun menjelaskan alasan dirinya tak perlu lagi membayar jasa para pendukungnya yang telah memberikan sumbangan kampanye jika menang di Pilkada DKI Jakarta.
"Kalau saya menang, saya masuk pemerintahan, saya tidak mencari uang di pemerintahan untuk membayar itu. Kalau tidak, saya mengumpulkan uang dan membayar utang. Loh, bukankah ini yang menjebak kita selama ini? dengan segala macam praktek praktek fundraising. untuk apa? untuk biaya Pilkada," ungkap dia.
Baca juga: Tak Ada Utang Rp 50 M yang Harus Dilunasi, Anies: Sudah Dikembalikan Dalam Bentuk Perubahan Jakarta
Dengan begitu, kata Anies, dirinya tak perlu mencari uang untuk membalas jasa yang telah memberikannya sumbangan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Kemarin sebaliknya, apabila kalah saya di luar pemerintahan. Jadi sah dong mencari uang, sah dong mempunyai usaha. tetapi begitu menang, saya di pemerintahan malah tidak usah. justru itulah dukungan anda untuk Jakarta yang lebih baik. membawa perubahan Jakarta. Itu mindset baru," jelas dia.
Lebih lanjut, Anies mengharapkan pola-pola yang telah dilakukannya saat Pilkada DKI Jakarta bisa menjadi bahan referensi bagi pihak lainnya yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
"Saya berharap mudah-mudahan pola seperti ini menjadi bahan referensi yang dipikirkan. bahwa mendukung itu untuk perubahan bukan mendukung sebagai investasi untuk nanti dikembalikan dalam bentuk privilage-privilage," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Anies Baswedan pun menyebutkan Sandiaga Uno dan Erwin Aksa aneh karena membahas lagi utang piutang Rp 50 miliar yang sejatinya telah selesai.
Anies mengatakan dirinya bersama Sandiaga Uno memang banyak mendapatkan sumbangan dari berbagai pihak pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Satu di antara pemberi sumbangan itu meminta dicatat sebagai utang.
"Pada masa kampanye itu banyak sekali yang melakukan sumbangan, banyak sekali. ada yang kami tau, ada yang kami tidak tau. Dan ada yang memberikan dukungan langsung kepada apakah relawan ataupun itu. Kemudian, ada pinjaman, sebenarnya bukan pinjaman, dukungan yang pemberi dukungan ini minta dicatat sebagai utang," ujar Anies.
Anies menyampaikan bahwa perjanjian dukungan yang dicatat sebagai utang itu berisikan bahwa jika nantinya Anies-Sandi memenangkan Pilkada, maka utang piutang itu dianggap lunas.
"Dukungan yang minta dicatat sebagai utang. Lalu kami sampaikan apabila, ini kan dukungan untuk sebuah kampanye, untuk perubahan, untuk kebaikan, apabila ini berhasil, maka itu dicatat sebagai dukungan. Apabila kita tidak berhasil dalam Pilkada, maka itu menjadi utang yang harus dikembalikan. Jadi itu kan dukungan. Siapa penjaminnya? yang menjamin pak Sandi," ungkap Anies.
Lebih lanjut, Anies menambahkan bahwa uang pinjaman tersebut sejatinya bukanlah uang Sandiaga Uno. Namun, uang itu berasal dari pihak ketiga yang mendukung Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
"Jadi uangnya dari Pak Sandi. Jadi itu ada pihak ketiga yang mendukung kemudian saya menyatakan, ada surat pernyataan utang, saya yang tanda tangan dan di dalam surat itu disampaikan apabila Pilkada kalah, maka saya dan Pak Sandiaga Uno berjanji mengembalikan. dan saya dan Pak Sandi. yang tanda tandangan saya. apabila kami menang pilkada, ini dinyatakan bukan utang. Jadi itulah yang terjadi. makanya begitu Pilkada selesai, menang selesai," jelas Anies.