Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Membandingkan Hukuman Ferdy Sambo & Kolonel Priyanto: Sama-sama Libatkan Bawahan Habisi Nyawa Orang

Dalam kasus pembunuhan berencana yang dilakukan keduanya, baik Ferdy Sambo maupun Priyanto sama-sama melibatkan bawahan mereka. Namun hukumannya beda.

Penulis: Malvyandie Haryadi
zoom-in Membandingkan Hukuman Ferdy Sambo & Kolonel Priyanto: Sama-sama Libatkan Bawahan Habisi Nyawa Orang
Kolase Tribunnews
Priyanto dan Ferdy Sambo. Keduanya terlibat pembunuhan berencana dan melibatkan anak buahnya dalam kejahatan tersebut. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan berencana yang mengantarkan mantan kadiv Propam Polri, yang kala itu berpangkat jenderal bintang 2, Ferdy Sambo ke vonis hukuman mati hampir mirip dengan kasus yang dialami Kolonel Priyanto.

Keduanya adalah otak dalam kasus pembunuhan berencana.

Bedanya, Ferdy Sambo akhirnya dijatuhi hukuman mati, sedangkan Priyanto "hanya" divonis penjara seumur hidup.

Dalam kasus pembunuhan berencana yang dilakukan keduanya, baik Ferdy Sambo maupun Priyanto sama-sama melibatkan bawahan mereka.

Hanya saja, jumlah anak buah yang terseret dalam pusaran kasus Ferdy Sambo jauh lebih banyak dibandingkan bawahan Priyanto.

Berikut ini kami hadirkan kembali ulasan kasus dan vonis Ferdy Sambo dan Priyanto.

A. Ferdy Sambo

Berita Rekomendasi

Ferdy Sambo menerima vonis hukuman mati karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, serta sopirnya Kuat Maruf.

Vonis ini menjadi kado ulang tahun ke-50 Ferdy Sambo dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Diketahui, eks Kadiv Propam Polri itu berulang tahun pada 9 Februari 2023 lalu.

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Amnesty International: Meski Perlu Dihukum, Tetap Berhak Hidup

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan terhadap Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," kata Hakim Wahyu menambahkan.

Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).

Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.

Selain pembunuhan berencana, majelis hakim juga menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama- sama dengan anak buahnya, yakni Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto.

Putusan terhadap Ferdy Sambo ini lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Sebelumnya, jaksa menuntut agar Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup.

Jaksa meyakini Ferdy Sambo bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan obstruction of justice kasus Brigadir J.

B. Kasus dan Hukuman Kolonel Priyanto

Kolonel Priyanto dijatuhi vonis penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur pada Selasa (7/6/2022).

Majelis hakim menyatakan Priyanto terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana seluruh dakwaan dari Oditur Militer Tinggi II.

Selain itu, Priyanto juga terbukti melakukan pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP dan perampasan kemerdekaan orang lain dalam Pasal 333 KUHP.

Ia pun terbukti menyembunyikan kematian orang lain dan menghilangkan mayat sebagaimana Pasal 181 KUHP.

Kronologi Kasus Kolonel Priyanto

Berikut ini adalah kronologi lengkap perjalanan Kolonel Inf Priyanto hingga menabrak dan buang sejoli di Sungai Serayu, Jawa tengah akhirnya terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).

Dalam sidang lanjutan kasus kecelakaan lalu lintas dan dugaan pembunuhan berencana terhadap sepasang sejoli Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel Priyanto duduk sebagai terdakwa.

Sidang kali ini menghadirkan saksi Kopda Andreas Dwi Atmoko yang bertindak sebagai sopir mobil panther yang terlibat dalam kecelakaan di Nagreg, Bandung, Jawa Barat.

Kopda Andreas Dwi Atmoko menjelaskan sebelum kecelakaan, dirinya bersama Koptu Ahmad Soleh dan Kolonel Priyanto berangkat dari Yogyakarta menuju Jakarta melewati Bandung.

Saat itu, Andreas dan Ahmad diperintahkan Priyanto untuk mengantarnya ke Jakarta karena harus menghadiri rapat intel.

Dalam perjalanan menuju Jakarta, mereka mampir ke Cimahi, Jawa Barat untuk menjemput teman perempuan Priyanto bernama Lala.

"Dari Yogya menuju Jakarta lewat Bandung, mampir ke tempat Saudari Lala," kata Andreas dalam sidang.

Andreas kemudian menjelaskan bahwa Lala adalah teman perempuan Priyanto.

Andreas, Ahmad, Priyanto, dan Lala pun diketahui sempat menginap di beberapa hotel di antaranya di Jakarta maupun dalam perjalanan kembali dari Jakarta menuju Cimahi.

Andreas mengungkapkan, saat menginap di sebuah hotel di Jakarta mereka berempat tidur di dua kamar di mana Andreas bersama Ahmad, dan Priyanto bersama Lala.

Selama perjalanan dari Jakarta menuju Cimahi untuk mengantar Lala pulang, kata Andreas, mereka juga sempat menginap di hotel.

Terakhir, mereka juga menginap di sebuah hotel sebelum kecelakaan terjadi.

Tabrak sejoli

Setelah mengantar Lala pulang ke Cimahi, Andreas, Ahmad, dan Priyanto kemudian melanjutkan perjalanan dari Cimahi menuju Yogyakarta dengan melewati jalur Nagreg pada 8 Desember 2021.

Saat itu mobil Isuzu Panther dikemudikan Andreas.

Baca juga: Akhir Cerita Priyanto, Kolonel Pembunuh Sejoli pada Kecelakaan Nagreg: Dipecat dan Bui Seumur Hidup

Sesampainya di lokasi kejadian, mobil yang dikendarai Andreas tidak sengaja menabrak sepeda motor yang dikemudikan Handi dan ditumpangi Salsabila.

Sepeda motor tersebut melaju dari arah berlawanan di Jalan Raya Nagreg.

Menurut Andreas sepeda motor Satria FU yang dikemudikan Handi oleng lalu berpindah jalur karena bersenggolan dengan satu truk yang melaju searah dengan sepeda motor korban.

Mendapati korban terpental ke jalurnya, Andreas yang memacu mobil dalam kecepatan sekitar 50-60 kilometer per jam sudah berupaya melakukan pengereman agar mobil tidak menabrak.

Nahas mobil tetap menabrak hingga akhirnya Salsabila ditemukan dalam posisi berada di kolong mobil Isuzu Panther.

Sementara Handi di bagian depan mobil dalam keadaan terluka.

"Saya sudah mengerem. Korban tergeletak di sebelah kanan, di jalur saya," kata Andreas.

Singkat cerita, usai kecelakaan tersebut dia bersama Priyanto dan Koptu Ahmad Soleh lalu mengangkat tubuh Handi dan Salsabila ke dalam mobil Isuzu Panther yang dikemudikannya.

Handi yang berdasar keterangan saksi masih hidup dan sempat merintih kesakitan ditempatkan di bagian bagasi, sementara Salsabila ditempatkan di bagian kursi penumpang.

Andreas mengatakan berdasarkan sepengetahuannya kedua korban dimasukkan ke dalam mobil dengan tujuan untuk dibawa ke Rumah Sakit (RS) terdekat dari lokasi kejadian.

Nahas saat melewati satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dekat lokasi Priyanto yang duduk di kursi penumpang bagian depan justru memerintahkan Andreas tidak menghentikan kedaraan.

Dalam perjalanan Andreas mengatakan sudah berulang kali memohon kepada Priyanto untuk membawa kedua korban Puskesmas dengan tujuan menolong nyawa Handi dan Salsabila.

Tapi Priyanto yang secara pangkat lebih tinggi karena merupakan perwira menengah TNI AD tetap memerintahkan kepada Andreas untuk diam dan memacu kendaraan ke arah Jawa Tengah.

Setelah mendapati Andreas ketakutan karena telah mobil menabrak kedua korban, Priyanto memerintahkan Andreas untuk menepikan kendaraan dan mengambil alih kemudi.

Dalam perjalanan tersebut, Andreas sempat kembali memohon membawa korban ke Puskesmas meskipun sebelumnya sempat diminta diam oleh Kolonel Priyanto.

Andreas sempat kembali memohon kepada Priyanto agar kendaraan diputar balik menuju Puskesmas sehingga korban mendapat penanganan medis.

Tapi Priyanto kembali memerintahkan Andreas agar diam dan menyatakan kedua korban akan dibuang ke Jawa Tengah untuk menghilangkan bukti bahwa mobil menabrak kedua korban.

Sadar bahwa Priyanto memerintahkan dia melakukan tindak pidana lebih berat dibandingkan kecelakaan lalu lintas, Andreas makin kalut dan memohon ke Priyanto membatalkan niat.

"Saya memohon. Mohon izin saya punya istri, punya keluarga. Kalau ada apa-apa bagaimana," kata Andreas saat itu.

Cari sungai lewat google map

Mobil yang dikemudikan Kolonel Priyanto pun akhirnya berhenti di sebuah toko.

Saat itu Kolonel Priyanto ingin buang air kecil.

Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di kursi penumpang di sampingnya.

Kolonel Priyanto kemudian mencari sungai melalui Google Maps di ponselnya.

Maksud mencari sungai guna membuang Handi dan Salsabila.

Andreas mengungkapkan sebelumnya memang Priyanto sempat mengungkapkan niatnya untuk membuang Handi dan Salsabila di sungai.

Hal itu terungkap ketika Andreas menanyakan kepada Priyanto tujuannya setelah menolak sarannya untuk membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas Limbangan.

"Tujuannya ke mana Bapak? Nanti kita bawa ke sungai di Jawa Tengah," kata Andreas.

Andreas mengatakan pertama mereka tidak menemukan sungai dan masuk ke jalan perkampungan.

Mereka kemudian kembali ke arah jalan raya menuju Banyumas.

Setelah tiba di Banyumas mereka kemudian melewati Jembatan Serayu yang besar.

Namun niat mereka untuk membuang Handi dan Salsabila pergi dari sana karena masih ada sejumlah orang di lokasi.

Andreas kemudian memutar balik kendaraan mereka ke arah Jawa Barat karena bingung.

Tak jauh dari sana, kemudian mereka menemukan jembatan lainnya.

Kendaraan tersebut kemudian diputar arah dan diparkir di tengah-tengah jembatan.

Di sana lah mereka kemudian membuang Handi dan Salsabila ke sungai di bawahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas