Ketua Bawaslu Khawatirkan Aturan Berubah di Tengah Tahapan Pemilu, Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja khawatirkan aturan berubah pada saat tahapan Pemilu 2024 berjalan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengkhawatirkan aturan terkait Pemilu berubah pada saat tahapan Pemilu 2024 berjalan.
Sebagaimana diketahui, aturan mengenai sistem pemilihan umum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 diuji secara materiil ke MK.
Sejumlah orang menggugat sistem Pemilu proporsional terbuka ke MK sengan nomor perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut.
"Sebenarnya kami ingin menyatakan begini. Jangan sampai ada aturan berubah di tengah proses tahapan ini menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Bagja pada Diskusi Kedai Kopi: OTW 2024 bertajuk Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, di Erian Hotel, Gondangdia, Jakarta, Minggu (19/2/2023).
Bagja melanjutkan misalnya ada perubahan mendasar di tengah tahap pemilu sudah dilakukan yang sudah delapan bulan berjalan.
Baca juga: Bantah Isu Penundaan Pemilu, KPU Sebut Tahapan Pemilu Sudah Berjalan
"Ketidakpastian hukum melahirkan banyak hal perlu sebab itu harus dijaga bukan hanya oleh KPU dan Bawaslu. Tapi pemangku kepentingan Presiden, DPR dan Mahkamah Konstitusi. Tahapan sudah berjalan. Seharusnya putusan itu berlaku ke depan tidak mungkin ke belakang," jelasnya.
Menurut Bagja jika aturan berubah pihaknya tidak bisa mengomentari. Hanya bisa melakukan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
"Lembaga Yudikatif memiliki kemandiriannya sendiri disitulah yang harus kami apresiasi jaga apapun putusan Mahkamah Konstitusi itu harus dilakukan. Kami tidak boleh protes," ujarnya.
Baca juga: SBY: Rakyat Sungguh Perlu Diberi Penjelasan Tentang Rencana Penggantian Sistem Pemilu
Sebelumnya sejumlah orang melakukan gugatan meminta MK memutuskan Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Para penggugat itu yakni Yuwono Pintadi yang mengklaim dirinya kader Nasdem, kemudian Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).
Pengajuan gugatan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK) itu telah direspon kritis sejumlah partai politik.
Delapan partai politik parlemen terdiri dari PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, Nasdem, PAN dan PPP sepakat menolak sistem proporsional tertutup dan tetap mendukung sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sebagai sistem yang lebih baik, lebih demokratis dan lebih representatif.
Baca juga: Manuver PPP Jelang Pemilu 2024: Lobi Sandiaga hingga Bergabungnya 5 Purnawirawan TNI-Polri
Penjelasan itu disampaikan oleh delapan parpol parlemen yang dituangkan dalam pernyataan sikap bersama dalam pertemuan di Jakarta (8/1/2023).
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini yang hadir dalam pertemuan lintas parpol tersebut menegaskan sebagai Fraksi DPR yang ikut membahas dan mengesahkan undang-undang pemilu, Fraksi PKS dan tujuh parpol siap untuk menjadi pihak terkait yang diundang dan didengarkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam proses uji materi nantinya.
"Pada prinsipnya PKS dan 7 parpol siap menjelaskan konstitusionalitas serta dasar-dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis pemberlakuan sistem proporsional terbuka. Kami jugas siap memaparkan rasionalitas dan objektivitas dari sistem ini dalam perspektif demokrasi, legitimasi, dan konstituensi atau representasi antara rakyat dan wakil mereka di parlemen," kata Jazuli.
Anggota Komisi I DPR ini menyatakan seluruh parpol parlemen yang hadir siap mengawal suara rakyat agar benar-benar punya makna dalam pemilu yang memilih wakil-wakil mereka di parlemen.
Sehingga rakyat benar-benar berdaulat atas pilihan meraka, bisa mengenal, membangun kontrak politik, menyuarakan aspirasi, mengawal dan mengevaluasi pilihan mereka terhadap para wakilnya.
"Untuk itu, PKS dan 7 parpol berharap Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan kepada kamo untuk memberikan keterangan sebagai pihak terkait karena kami turut mendukung dan mengusulkan sistem proporsional terbuka ini dalam undang-undang pemilu," pungkas Jazuli.