Pengamat Menilai Presidential Threshold 20 Persen Tidak Relevan Lagi Diterapkan di Pemilu
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, aturan mengenai presidensial threshold 20 persen sudah tidak relevan diterapkan dalam Pemilu.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago angkat bicara soal presidensial threshold (PT) 20 persen.
Pangi menilai, aturan mengenai presidensial threshold 20 persen sudah tidak relevan diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu).
Ia mengatakan, sejak Pemilu 2019, aturan tersebut tidak begitu bisa direalisasikan lagi.
Hal itu dikarenakan Pemilu legislatif dan Pilpres digelar dalam waktu bersamaan.
"Alasannya karena Pemilu kita serentak kan. Kalau serentak maka untuk apa presidensial threshold," kata Pangi, saat dihubungi, Minggu (19/2/2023).
"Sementara pada Pemilu yang sekarang, presidensial threshold yang dipakai adalah Pemilu 5 tahun lalu. Kalau begitu tentu sudah robek tiketnya," sambung Pangi.
Baca juga: Perludem: Presidential Threshold Nol Persen Dorong Kaderisasi dan Rekrutmen Politik yang Demokratis
Kemudian, Pangi mengatakan, aturan PT 20 persen juga tidak terlalu penting untuk diterapkan, karena tidak ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Itu (aturan PT 20 persen) hanya dijadikan bagian untuk pengkondisian saja. Pengkondisian dalam konteks ini adalah presiden yang terpilih itu sesuai dengan selera dari oligarki," katanya.
Dengan diterapkannya PT 20, ia menjelaskan, orang-orang terbaik yang memiliki kompetensi tidak bisa menjadi calon presiden (capres) hanya karena tidak dapat diusung oleh partai politik.
Baca juga: Masinton Pasaribu: Idealnya Penuhi Syarat Presidential Threshold Dulu, Baru Munculkan Capres
"Sehingga memang suara aspirasi demokrasi kita agak terganggu ya. Karena di dalam demokrasi itu semangatnya adalah bagaimana menyerap aspirasi dari bawah, sehingga muncul calon-calon presiden terbaik," jelas Direktur Eksekutif Voxpol Center Reasearch and Consulting itu.
Pangi juga mengatakan, jika presiden ditentukan oleh partai politik semata, maka varian menu (kandidat) yang disajikan ke publik sangat terbatas.
"Dengan konteks itu belum tentu sesuai dengan selera masyarakat kelas bawah," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan bahwa partainya mendukung sistem presidential threshold nol persen.