Soal Karier Bharada E di Polri, Reza Indragiri: Eliezer Layak Dipandang Sebagai Aset, Bukan Musuh
Richard berpeluang besar kembali bergabung ke Korps Bhayangkara usai mendapatkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara atas kasus pembunuhan berencana
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menilai Richard Eliezer atau Bharada E layak untuk melanjutkan karier di Polri.
Richard berpeluang besar kembali bergabung ke Korps Bhayangkara usai mendapatkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Jelas layak (Richard kembali ke Polri). Sebagai justice collaborator, yang sebangun dengan whistleblower, Eliezer sudah tunjukkan betapa ketaatan pada kebenaran lebih tinggi daripada kepatuhan yang menyimpang. Dengan mentalitas seperti itu, Eliezer layak dipandang sebagai aset. Bukan sebagai musuh," kata Reza Indragiri Amriel melalui pesan singkatnya, Senin (20/2/2023).
Baca juga: Polri: Hakim Sidang Etik Pasti Pertimbangkan Masukan Publik dan Status JC Bharada E
Reza menilai, ketika Richard Eliezer kembali berdinas ke Polri, maka Korps Bhayangkara hendaknya terus mengembangkan karier personel kepolisian yang memiliki karakteristik seperti Bharada E. Menurutnya, profesionalisme Eliezer harus terus dikembangkan.
"Tapi ada pemahaman bahwa Eliezer pernah divonis bersalah terkait pasal 340 KUHP. Hukuman berupa masa pemenjaraannya memang ringan, cuma 1 tahun 6 bulan. Tapi hukuman itu dijatuhkan terkait pembunuhan berencana, dan itu sangat serius. Terhadap anggota Polri yang pernah melakukan tindak pidana, tentu Polri berkepentingan besar untuk memastikan Eliezer tidak menjadi residivis. Baik residivisme atas perbuatan yang sama maupun residivisme terkait pidana lainnya," paparnya.
"Jadi, di samping pengembangan profesionalisme, Polri juga harus melakukan risk assessment dan rehabilitasi terhadap Eliezer," tambahnya.
Dikatakan Reza, ketika Richard Eliezer telah kembali berdinas di kepolisian, apakah Polri punya sistem untuk melindungi Bharada E dari kemungkinan serangan pihak-pihak yang barangkali tidak senang dengan sepak terjang Eliezer?
"Artinya, apakah Polri nyaman menerima seorang justice collaborator alias whistleblower? Eliezer memperlihatkan bagaimana dia pada akhirnya bukanlah personel yang bisa didikte untuk menyembunyikan penyimpangan, lebih-lebih penyimpangan yang dilakukan oleh senior bahkan jenderal sekalipun. Tidakkah itu bisa dipandang berpotensi mengganggu jiwa korsa Polri?" katanya.
Baca juga: Selalu Temani Selama Persidangan, Anggota LPSK Ini Blak-blakan soal Sifat Asli Richard Eliezer
Jadi, sekembalinya Eliezer nanti, Polri memang perlu membudayakan whistleblowing di internal korps Tribrata.
"Sekaligus Polri harus menjamin bahwa Eliezer dan para whistleblower lainnya terhindar dari viktimisasi," katanya.
Untuk diketahui, Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan atau vonis paling ringan terhadap Richard dibandingkan dengan 4 terdakwa lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 15 Februari lalu, Richard divonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
"Adalah harapan dari Richard Eliezer untuk kembali berdinas menjadi Brimob," kata Ronny, dalam tayangan Kompas TV.
Menurutnya, Richard merasa bangga jika bisa bergabung kembali nantinya di tempat berdinasnya sebelum terlibat kasus pembunuhan berencana yang 'diotaki' mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
"Itu adalah kebanggaan Richard Eliezer," jelas Ronny.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu ini, terdakwa Richard Eliezer divonis pidana sangat ringan yakni 1 tahun 6 bulan penjara.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa pidana 1 tahun 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Baca juga: Dosen PTIK: Kasus Richard Mille Masuk dalam Catatan Ferdy Sambo karena Tak Sesuai Prosedur
Sedangkan pada 14 Februari lalu, Hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap terdakwa Ricky Rizal.
Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan JPU yakni 8 tahun penjara.
Sebelumnya pada hari yang sama, Majelis Hakim pun menjatuhkan vonis pidana 15 tahun penjara terhadap Kuat Ma'ruf.
Hakim Wahyu juga menjatuhkan vonis pidana mati terhadap aktor intelektual kasus ini yakni Ferdy Sambo pada 13 Februari lalu.
Vonis ini tentunya melebihi tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Ferdy Sambo yakni pidana penjara seumur hidup.
Terkait vonis ini, keluarga Brigadir J pun menyambut baik putusan Majelis Hakim.