Marak Persaingan Tidak Sehat pada Industri AMDK, Konsumen jadi Pihak yang Dirugikan
Kondisi pasar AMDK sudah mengarah pada situasi imperfect competition yang bahkan juga merugikan konsumen.
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Anniza Kemala
TRIBUNNEWS.COM - Persaingan merupakan satu hal yang biasa terjadi dalam menjalankan suatu usaha, termasuk pada industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Bahkan, dengan adanya persaingan usaha yang sehat dapat terwujud pemerataan pendapatan serta tercipta iklim usaha yang baik.
“Kita tahu bahwa sebuah pasar persaingan sempurna adalah pasar yang memang diharapkan oleh semua ekonom. Kondisinya tidak ada rintangan atau halangan untuk masuk dan keluar dalam industri tersebut. Inilah yang kita harapkan,” kata Tjahjanto Budisatrio, pakar ekonomi dan bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan FMCG Insights Talks dengan tema, “Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat”.
Namun faktanya, masih terdapat berbagai tantangan untuk mewujudkan persaingan usaha AMDK yang sehat. Menurut Budisatrio, hal ini disebabkan oleh adanya pemain yang dominan di dalam struktur pasar AMDK, sementara sisanya menjadi pemain yang mengikutinya.
Perusahaan AMDK yang menjadi market leader secara konsisten berupaya memperkuat dominasi pasar. Bahkan, tak jarang mereka memojokkan produk pelaku usaha pesaing dan menghambat penjualan pesaingnya yang lebih kecil. Hal ini lantas menghambat pelaku usaha lokal yang market share-nya jauh lebih rendah.
Upaya market leader untuk mempertahankan dominasinya tersebut telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat di industri AMDK tanah air.
Pada Desember 2017, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menindak tegas dan menyatakan produsen AMDK merek A, market leader dan satu distributornya, yang terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat.
Berdasar temuan di lapangan, market leader dan distributornya diduga bekerja sama untuk melarang sejumlah toko menjual AMDK merek tertentu.
Tindakan tersebut, menurut KPPU, telah menghalangi para pelaku usaha lain yang juga berkecimpung di industri AMDK serta melanggar undang-undang yang berlaku di Indonesia tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
"Menyatakan kedua terlapor (perusahaan market leader dan distributornya) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," demikian putusan KPPU.
Atas aksinya tersebut, KPPU menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp13,8 miliar kepada market leader sementara distributornya dihukum denda sebesar Rp6,2 miliar.
Sistem ketergantungan
Menurut Budisatrio, situasi persaingan yang tidak sehat ini membuktikan bahwa memang ada barriers to entry atau hambatan untuk masuk ke dalam pasar AMDK.
Maka itu, ia menyebut bahwa kondisi pasar AMDK sudah mengarah pada situasi imperfect competition atau persaingan yang cacat, yang bahkan juga merugikan konsumen.
Ia menjelaskan bahwa produsen AMDK galon guna ulang membuat sistem ketergantungan dengan menciptakan kondisi, di mana konsumen tidak diberitahu bahwa harga pertama pembelian galon yang disebut deposit itu ibarat kontrak jangka panjang.