Mundur dari Menpora, Langkah Zainudin Amali Tuai Apresiasi, Pengamat: Kedepankan Etika
Menurut Ujang, sebenarnya posisi sebagai Menpora dan Waketum PSSI bisa berjalan bersamaan sepanjang bisa membagi waktu.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mundur dari jabatannya fokus mengurus federasi sepakbola sebagai Wakil Ketua Umum PSSI diapresiasi karena dinilai menjunjung etika sebagai pejabat publik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan salah satu alasan Menpora Amali mundur dari jabatannya karena dia terpilih jadi Wakil Ketum PSSI dan ingin fokus mengurus sepakbola.
Baca juga: Jokowi Tunjuk Muhadjir Effendy Jadi Plt Menpora Gantikan Zainudin Amali
Amali mundur karena tidak ingin terjadi konflik kepentingan jabatannya sebagai Menpora dengan hanya fokus mengurus sepakbola. Padahal, Menpora harus mengurus banyak cabang olahraga.
"Menpora Amali ini mundur karena alasannya ingin mengurus sepakbola. Sebab, Menpora kan harus mengurus semua cabor, maka tidak etis hanya fokus mengurusi satu cabor saja dan untuk menjaga supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Saya kira ini sikap yang luar biasa, mengutamakan etika dalam mengemban jabatan publik," kata Ujang di Jakarta, Senin (13/3).
Menurut Ujang, sebenarnya posisi sebagai Menpora dan Waketum PSSI bisa berjalan bersamaan sepanjang bisa membagi waktu.
Bahkan hal ini sudah diizinkan oleh Presiden Joko Widodo. Namun demikian, Menpora Amali tidak lakukan hal itu.
Ujang melihat, Amali ingin menunjukan bahwa etika politik harus dijunjung oleh pejabat publik.
Di samping itu, Amali juga ingin memperlihatkan bahwa mengabdi kepada bangsa dan negara tidak harus melihat tinggi rendahnya jabatan tersebut.
Baca juga: Presiden Jokowi Setujui Pengunduran Diri Amali Sebagai Menpora
Sebab, bagi kalangan umum akan melihat tidak masuk akal seorang mundur dari menteri untuk menjadi Waketum PSSI yang jabatannya lebih dibawah.
"Pak Amali ini menjadi contoh etika politik pejabat, yang memilih fokus di salah satu jabatan ketika diberikan dua jabatan sekaligus," ujarnya.
"Saya lihat, bagi Amali pengabdian bagi bangsa lebih penting, makanya tidak melihat jabatan itu tinggi apa rendah. Ini contoh bahwa pengabdian bagi bangsa dan negara bisa dilakukan dimana saja, asalkan dijalankan dengan sepenuh hati," tukasnya.
Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini berharap makin banyak politisi, pejabat, dan birokrat yang mengikuti jejak Amali. Tidak rakus dengan merangkap jabatan.
"Itu yang diharapkan masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini kepercayaan terhadap pejabat publik dan pemerintah menurun karena kehidupan super mewah pejabat. Ini patutu dicontohlah," harapnya.
Presiden tunjuk Plt