Pengacara Korban Kanjuruhan Sejak Awal Minta Presiden Terbitkan Perppu Soal Penyidik Independen
Pengacara para korban tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat menyebut sejak awal meminta Presiden untuk menerbitkan Perppu tentang penyidik independen.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Whiesa Daniswara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas dua polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 130 orang.
Kedua terdakwa itu adalah Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi.
Pengacara para korban tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan perhatian atas penanganan kasus Kanjuruhan.
Imam menyebut sejak awal telah meminta diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penyidik independen.
Pasalnya kata dia, sampai sekarang belum ada aturan yang mengatur terkait tindak pidana kolektif yang dilakukan anggota penegak hukum dan masyarakat sipil.
Baca juga: Pengacara Keluarga Korban Kanjuruhan Sejak Awal Minta Presiden Terbitkan Perppu Penyidik Independen
"Kita mulai awal kita minta diterbitkan Perppu tentang penyidik independen. Karena belum ada aturan sama sekali yang mengatur tentang tindak pidana kolektif yang dilakukan oleh anggota dan masyarakat sipil. Ini kan terpisah, anggota di Propam dan masyarakat sipil di penyidik," kata Imam dalam tayangan Kompas TV, Jumat (17/3/2023).
Menurutnya ketiadaan aturan tersebut membuat Polri kesulitan dan dimungkinkan terpengaruh oleh kekuatan luar yang menekan mereka.
Ia mencontohkan soal pengumuman dua tersangka baru kasus Kanjuruhan yang tak kunjung diumumkan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Beberapa bulan berlalu, tersangka baru tak kunjung diumumkan.
"Itu lah yang membuat Polri ini merasa kesulitan dan mungkin ada sesuatu kekuatan yang menekan mereka, sehingga beberapa bulan lalu Kapolri mengumumkan ada tambahan dua tersangka, tapi sampai putusan ini hari kan nggak diumumkan siapa dua tersangka itu," ungkapnya.
Baca juga: Dua Polisi Divonis Bebas, Pengacara Keluarga Korban Kanjuruhan Minta Presiden Beri Atensi
Atas hal itu, Imam juga meminta kepada Presiden Jokowi untuk lebih serius dan memperhatikan penanganan hukum kasus Kanjuruhan.
"Itu lah saya meminta kepada Pak Joko Widodo untuk lebih serius memperhatikan penanganan tragedi Kanjuruhan," ungkapnya.
Hakim PN Surabaya Vonis Bebas Dua Polisi Terdakwa Kanjuruhan
Sebagai informasi, pada Kamis (16/3/2023) Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.
Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.
Baca juga: Komnas HAM: Vonis 3 Polisi di Kasus Kanjuruhan Belum Beri Rasa Keadilan Bagi Korban
Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kanjuruhan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.
"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Bambang, saat membacakan putusan hari ini.
Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.
"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Baca juga: Pekan Depan, Kejaksaan Layangkan Memori Banding Perkara Tragedi Kanjuruhan
Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.
Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.