Tuntutan Penyandera Pilot Susi Air yang Ingin Menukar dengan Kemerdekaan Papua di Luar Nalar
tuntutan penyandera Pilot Susi Air Phillip Mehrtens yang ingin menukar kebebasan sanderanya dengan kemerdekaan Papua, adalah tuntutan di luar nalar
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global Prof Imron Cotan menilai tuntutan para penyandera Pilot Susi Air Philip Mehrtens yang ingin menukar kebebasan sanderanya dengan kemerdekaan Papua, adalah tuntutan di luar nalar.
Bila tuntutan semacam ini dipenuhi, maka akan muncul banyak negara merdeka baru sebagai buah dari tindak penyanderaan.
"Tidak mungkin pemerintah Indonesia, sebagai negara besar dan berdaulat menuruti tuntutan semacam itu," ujar Prof Imron dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?" pada Jumat (17/3/2023).
Prof Imron menjelaskan, jika sandera terlalu lama disandera akan ada empati dan simpati dari tersandera kepada KKB Papua.
"Saya tidak heran, itu ada teorinya bernama Oslo Syndrom yang dikembangkan antara lain oleh Kenneth Levin yang menyebutkan kalau seseorang disandera, lama kelamaan akan mencintai atau bersimpati kepada yang menyanderanya. Itu bisa saja terjadi," paparnya.
Faktor itulah, sambung dia, yang kemudian dilihat Panglima TNI sehingga membuat upaya untuk membebaskan bisa menjadi lebih complicated dan sulit karena yang bersangkutan sendiri sudah berempati, atau jatuh cinta tidak hanya kepada penyanderanya tapi kepada ideologi yang dianut para penyandera.
"Ini jadi sulit karena dia sendiri tidak mau direscue. Jadi, kalaupun itu terjadi, saya berharap dalam waktu dekat bisa berubah. Karena jika dia bersimpati kepada gerakan separatisme, maka sesuai Pasal 13 A UU No.Tahun 2018, dia sudah terlibat dalam separatisme sesuai bunyinya: siapapun yang melibatkan diri atau membantu gerakan separatisme bisa dipidana maksimal 5 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebutkan, banyak upaya pemerintahan Presiden Jokowi memperpendek jarak pemerintahan antara Jakarta dan Papua.
Upaya Presiden Jokowi membangun Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Jayapura, untuk memajukan generasi muda Papua adalah contoh dari upaya tersebut.
"Presiden Jokowi, menurut saya adalah Presiden yang paling banyak berkunjung ke Papua, dan sambutan masyarakat Papua sangat semarak," ujar Fahri.
"Karena apapun itu, masyarakat Papua memang rindu akan kehadiran negara," katanya.
Sementara itu dalam keynote speechnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyatakan Penyanderaan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philips Marthen, oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, justru kontradiktif dengan propaganda mereka selama ini.
KKB, dikatakan Boy, selama ini selalu mempropagandakan bahwa mereka berjuang untuk masyarakat Papua. Hal itu dikatakan Boy melalui naskah yang dibacakan Kepala Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Ibnu Suhendra.
"Pilot maskapai yang beroperasi di Papua itu besar sekali jasanya bagi warga Papua," ujar Boy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.