Komnas Perempuan Soroti Komposisi Tim PPHAM: Minim Perempuan
komposisi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (tim PPHAM) tidak memenuhi keadilan dari sisi
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai komposisi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (tim PPHAM) tidak memenuhi keadilan dari sisi gender.
Sebabnya, hanya segelintir perempuan yang menjadi bagian dari tim tersebut.
"Komposisi tim minim perempuan dan tidak memasukkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam jajaran koordinasi," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam keterangan resminya pada Senin (20/3/2023).
Padahal, keterlibatan perempuan dinilai penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program kerja tim PPHAM.
Alasannya, perempuan cenderung memiliki pengalaman kuat dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Mereka kerap menjadi korban kekerasan berbasis gender termasuk seksual. Kekerasan seksual merupakan metode penundukan lawan yang seringkali digunakan dalam konflik," kata Andy.
Selain dalam tim PPHAM, Andy juga menyoroti peran perempuan di dalam komunitas-komunitas korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Salah satu contohnya, komunitas perempuan korban Tragedi Mei 1998 menjadi penggagas memorialisasi di TPU Pondok Ranggon di mana terdapat sekurangnya 113 makam dari korban yang tidak dapat diidentifikasikan.
"Memorialsiasi tersebut merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi sekaligus pernyataan komitmen bersama untuk mencegah keberulangan tragedi tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Jokowi mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Dia pun sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.
Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Setelahnya, Jokowi mengeluarkan Kepres Nomor 4 Tahun 2023.
Dalam Kepres tersebut tercantum susunan tim pengarah dan pelaksana PPHAM.
Berikut merupakan susunan tim pengarah PPHAM.
Ketua: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Wakil Ketua: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Anggota:
1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Luar Negeri;
3. Menteri Agama;
4. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5. Menteri Keuangan;
6. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
7. Menteri Kesehatan;
8. Menteri Sosial;
9. Menteri Ketenagakerjaan;
10. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
11. Menteri Pertanian;
12. Menteri Badan Usaha Milik Negara;
13. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
14. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
15. Sekretaris Kabinet;
16. Jaksa Agung Republik Indonesia;
17. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
18. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
19. Kepala Staf Kepresidenan
Baca juga: Komnas Perempuan Desak Integrasi Perspektif Gender dalam Penanganan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Adapun susunan tim pelaksana PPHAM sebagai berikut.
Ketua: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Wakil Ketua I: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Wakil Ketua II: Makarim Wibisono
Sekretaris: Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Wakil Sekretaris:
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Bidang Hubungan Kelembagaan.
Anggota:
1. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
2. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan
Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
3. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
4. Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana, Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
5. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri;
6. Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri;
7. Sekretaris Jenderal, Kementerian Agama;
8. Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
9. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;
10. Sekretaris Jenderal, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
11. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan;
12. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial;
13. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan;
14. Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
15. Direktur Jenderal Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
16. Direktur Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
17. Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
18. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian;
19. Deputi Bidang Sumber Daya
Manusia, Teknologi, dan Informasi, Kementerian Badan
Usaha Milik Negara;
20. Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
21. Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
22. Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
23. Deputi Bidang Kewirausahaan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
24. Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
25. Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sekretariat Kabinet;
26. Jaksa Agung Muda Intelijen, Kejaksaan Republik Indonesia;
27. Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan, Tentara Nasional Indonesia;
28. Kepala Divisi Hukum, Kepolisian Negara Republik Indonesia;
29. Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia, Kantor Staf Presiden;
30. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;
31. Suparman Marzuki;
32. Ifdhal Kasim;
33. Rahayu Prabowo;
34. Beka Ulung Hapsara;
35. Choirul Anam;
36. Mustafa Abubakar;
37. Harkristuti Harkrisnowo;
38. As'ad Said Ali;
39. Kiki Syahnakri;
40. Zainal Arifin Mochtar;
41. Akhmad Muzakki;
42. Komaruddin Hidayat;
43. Zaky Manuputi;
44. Pastor John Djonga;
45. Mugiyanto; dan
46. Amiruddin