Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hari Air Sedunia, Pentingnya Kepedulian Terhadap Akses Air Bersih

Ketua Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Prof Dr Arif Sumantri mengatakan bahwa Hari Air Sedunia 2023 menjadi momentum

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Hari Air Sedunia, Pentingnya Kepedulian Terhadap Akses Air Bersih
ZELPHI/ZELPHI
Sejumlah siswa SMP Negeri 4 Pangalengan yang mengenakan pakaian adat Sunda menyiapkan amunisi bedil air mereka berupa air dari Situ Cilenca sesudah acara puncak Ngalokat Cai di tepian Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Selasa (22/3/2022). Dalam rangka peringatan Hari Air Sedunia yang bertepatan tanggal 22 Maret Komunitas Peduli Pada Air menggelar Cileunca Water Arts Festival dengan tema Banyu Panungkusan Rasa ( Pemulyaan merawat air dengan rasa). Abah Nanu Muda sebagai penggagas kegiatan ini menggandeng Paguyuban Dulur Kasenian (Paduka) Pangalengan, Masyarakat Seni Rakyat Indonesia (Masri) serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mengkolaborasikan unsur kearifan lokal dan kesenian yang melibatkan siswa SMP Negeri 4 Pangalengan serta murid Paguron Sigra Manunggal, Desa Pulosari agar sejak kecil merawat keberlangsungan kesenian yang makin tergerus oleh kemajuan teknologi. Kegiatan ini juga sebagai ungkapan rasa syukur atas keberadaan air yang melimpah yang sudah memberikan manfaat bagi kehidupan warga Situ Cileunca dengan agrowisata dan pertanian yang subur diseputaran Situ Cuileunca. TRIBUN JABAR/zelphi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret 2023, banyak pihak mulai concern terhadap ancaman ketersediaan air saat ini.

Laporan dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa setiap tahunnya, 1,7 juta anak meninggal karena pencemaran lingkungan.

Selain itu, terdapat 74 juta orang yang terancam hidupnya karena penyakit yang disebabkan oleh air akibat sanitasi dan Higiene yang buruk.




Satu dari empat orang atau 2 milyar orang di dunia saat ini bahkan masih kekurangan air layak minum. 

Data WHO juga mencatat, ada 361.000 anak berusia di bawah 5 tahun yang meninggal akibat diare disebabkan oleh air yang tercemar. 

Kondisi ini turut mempengaruhi jutaan orang dan diperkirakan 780 juta orang hidup tanpa air minum yang bersih.

Dalam Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) 2020, kata dia, menyebutkan bahwa akses kualitas air minum aman sebesar 11,9 persen, kemudian terdapat 40,8 persen masyarakat yang menggunakan sarana air minum bersumber dari air tanah.

BERITA TERKAIT

Lalu sebanyak 14,8 persen rumah tangga di Indonesia menggunakan sumur gali untuk keperluan minum dengan tingkat risiko cemaran tinggi dan amat tinggi.

Baca juga: Tujuh Tandon Berisi 20 Ribu Liter Air Bersih Dikirim PAM Jaya ke Lokasi Kebakaran Depo Plumpang

Sanitasi lingkungan yang buruk tentu menjadi salah satu faktor pemicu munculnya berbagai penyakit, seperti diare dan stunting. 

Ketersediaan air dan sanitasi lingkungan pada pembangunan berketahanan iklim  bertujuan untuk mempercepat penurunan stunting 14 persen pada 2024.

Kemudian, ketersediaan air dan sanitasi ini juga berperan dalam penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi serta menjamin semua masyarakat mempunyai akses terhadap air minum yang layak dan aman, melalui target pencapaian 100 persen akses air minum layak dan 15 persen akses air minum aman pada 2020-2024. 

Lalu ada pula melalui cara pengawetan air, yakni dengan menggunakan air secara efisien dan efektif, serta mengelola air hujan menggunakan kolam tandon, lubang resapan biopori atau sumur resapan.

Pengelolaan kualitas air juga dapat dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. (*)

Baca juga: HARI AIR SEDUNIA 2022, Berikut Kumpulan Twibbon dan Cara Membagikannya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas