Perppu Cipta Kerja Sah jadi UU, Simak Lagi Pasal-pasal yang Dianggap jadi Polemik dan Disoroti
Perppu Cipta Kerja telah resmi disahkan menjadi Undang-undang (UU), Persetujuan diambil di Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023
Penulis: garudea prabawati
Editor: Suci BangunDS
Lantas, berikut pasal-pasal yang dianggap berpolemik dan menjadi sorotan, yakni dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.
Pasal 88 C hingga pasal 88 F Perppu Cipta Kerja
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut dalam pasal ini ketentuan yang mengatur upah sektoral dihilangkan, sementara upah minimum kabupaten/kota menjadi tidak jelas.
Sebab di pasal 88 C ayat 2 menyebutkan, "Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota".
Frasa "dapat", menurut Said Iqbal artinya "bisa ada atau bisa tidak" tergantung keputusan gubernur yang sedang menjabat.
KSPI, kata dia, tetap mengusulkan sedari awal agar gubernur wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota sama halnya dengan penetapan upah minimum provinsi.
Persoalan lain yang masih terkait upah ada di pasal 88 D ayat 2 yang isinya, "Formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu".
Di sisi lain, menurut KSPI, formula penghitungan upah minimum ini rupanya bisa berubah kapan saja seperti yang dimuat di pasal 88F:
"Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88D ayat 2.
"UU itu seharusnya rigid, tidak boleh ada pengecualian. Ini jadi seenaknya saja. Perppu memberikan mandat kosong ke pemerintah bisa mengubah-ubah formula. Bagaimana ini?"
Baca juga: Unjuk Rasa Mahasiswa Nilai UU Cipta Kerja Inkonstitusional Tapi Presiden Justru Terbitkan Perppu
Said Iqbal menduga, pasal 88F ini ditujukan untuk melindungi beberapa perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah akibat krisis keuangan setelah dilanda pandemi Covid-19.
Pasal 64 sampai Pasal 66
Pasal ini mengatur soal pekerja alih daya, Said Iqbal menyebut dalam pasal tersebut tidak diterangkan jenis pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan oleh pekerja alih daya atau outsourcing.
KSPI mendesak pemerintah agar mengembalikan aturan pekerja alih daya ke Undang-Undang Ketenagakerjaan yang membatasi lima jenis pekerjaan yakni sopir, petugas kebersihan, sekuriti, katering, dan jasa migas pertambangan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.