Kecewa Pengesahan Perppu Ciptaker, DPR Dianggap Hanya Stempel Pemerintah!
Putusan MK menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional dan memerintahkan dilakukan perbaikan dalam dua tahun.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang oleh DPR RI menuai protes dari sejumlah elemen masyarakat. Termasuk di antaranya Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Indonesia.
Sejak awal diterbitkan, Perppu Ciptaker dinilai Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat sudah mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagaimana diketahui, Putusan MK menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional dan memerintahkan dilakukan perbaikan dalam dua tahun.
Namun pemerintah justru menerbitkan Perppu.
"Pengabaian terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi sesungguhnya adalah pengabaian terhadap hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia," kata Mirah Sumirat dalam keterangannya pada Rabu (22/3/2023).
Baca juga: Perppu Ciptaker Disahkan Jadi UU, DPR Apresiasi Jokowi dan Airlangga
Kemudian penerbitan Perppu Ciptaker juga tak dilatar belakangi kegentingan yang memaksa.
"Tidak dibahasnya Perppu Cipta Kerja dalam sidang pertama sejak Perppu diterbitkan, membuktikan sesungguhnya tidak ada kegentingan yang memaksa yang menjadi syarat formil Perppu," katanya,
Ironisnya, Perppu yang menuai kontroversi itu justru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Atas pengesahan itu, DPR pun dianggap tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia, tetapi hanya mengikuti pemerintah.
Bahkan julukan baru disematkan bagi DPR yaitu Stempel Pemerintah.
"DPR tidak lagi memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. DPR hari ini ternyata hanya menjadi stempel bagi pemerintah!" ujar Mirah Sumirat.
Kekecewaan ini disampaikan bukan hanya alasan formil belaka.
Secara substansi, ASPEK Indonesia menilai bahwa isi Perppu yang baru disahkan tidak berbeda jauh dengan Undang-Undang Ciptaker sebelumnya.
Menurut Mirah, Perppu Ciptaker tetap memuat ketentuan-ketentuan yang cenderung merugikan para pekerja.
Dia juga menyoroti jaminan pekerjaan, upah, dan sosial yang tidak ada di dalam Perppu Ciptaker.
"Hilangnya kepastian jaminan pekerjaan, jaminan upah dan jaminan sosial dalam Undang-Undang Cipta Kerja maupun dalam Perppu Cipta Kerja, akan menjadi mimpi buruk yang berkepanjangan bagi seluruh rakyat Indonesia."
Untuk informasi, Perppu Ciptaker ini telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, pada Selasa (21/3/2023).
"Apakah rancangan undang-undang tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR Puan Maharani di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Setuju," jawab anggota DPR yang hadir.
Ada pun sebanyak tujuh fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai NasDem, menyatakan setuju Perppu tersebut menjadi UU.
Sementara ada dua fraksi yang menolak yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).