Perppu Cipta Kerja Disahkan, LBH Jakarta Nilai DPR Tidak Berpihak Terhadap Suara Rakyat
DPR RI telah mengkonfirmasi ketidakberpihakannya terhadap suara-suara rakyat, terkhusus kelas pekerja/buruh
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merespons terkait DPR RI mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja (Ciptaker).
Direktur LBH Jakarta Citra Referandum, menilai, DPR RI telah mengonfimasi ketidakberpihakannya pada aspirasi rakyat melalui pengesahan Perppu Ciptaker menjadi Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Selain itu, DPR RI juga dinilai tidak mempertimbangkan pemenuhan syarat penetapan Perppu secara objektif dan berbasis keilmuan.
Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi Ada Itikad Buruk Sejak Ciptaker Jadi Perppu
"DPR RI telah mengkonfirmasi ketidakberpihakannya terhadap suara-suara rakyat, terkhusus kelas pekerja/buruh," kata Direktur LBH Jakarta Citra Referandum, melalui keterangan pers tertulis, Kamis (23/3/2023).
LBH Jakarta kemudian menyampaikan empat catatannya terkait pengesahan Perppu Ciptaker.
Pertama, Citra mengatakan, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengambil jalan pintas untuk memberlakukan kembali Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional dengan menetapkan Perppu Cipta Kerja.
"Tindakan Presiden tersebut juga melanggar Konstitusi, karena telah menghilangkan objek putusan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 yaitu perbaikan terhadap pmebentukan Undang-undang Cipta Kerja," kata Citra.
Baca juga: Puan Maharani Dijadikan Meme Penolakan UU Cipta Kerja, PKS: Hak Semua Orang Berpendapat
Kedua, lanjutnya, Presiden DPR RI bermain-main dengan penafsiran dan pemenuhan syarat objektif 'ikhwal kegentingan yang memaksa' sesuai Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) nomor: 138/PUU/VII/2009.
Ketiga, Citra menjelaskan, tindakan DPR RI mengeshakan Perppu Ciptaker menjadi UU akan beimplikasi terhadap kehidupan masyarakat luas lintas sektor.
"Sektor ketenagakerjaan, masyarakat adat dan lingkungan hidup. Praktik-praktik yang melanggar hak rakyat seperti pasar tenaga kerja fleksibel, politik ulah murah dan sentralistik, perluasan sistem outsourcing, ancaman lingkungan hidup dan perampasan wilayah adat," sebutnya.
Keempat, dijelaskan Citra, pengesahan aturan bermasalah itu meruapkan preseden buruk dalam menormalisasi status keadaan oleh Presiden di kemudian hari, tanpa adanay pertanggungjawaban.
Oleh karena itu, LBH Jakarta mendesak Presiden dan DPR RI untuk berhenti melakukan praktik buruk legislasi yang tidak melaksanakan partisipasi publik yang bermakna.
Kemudian, Citra menyebut, Presiden Jokowi dan DPR RI agar tidak melanggengkan dan menormalisasi keadaan genting atau darurat secara serampangan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.