Sebut Hakim MK Tidak akan Berani Batalkan Perppu Cipta Kerja, Pengamat: Kehilangan Independensi
Karena ketidakyakinannya pada independensi MK, Denny prediksi MK tak berani batalkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang baru disahkan.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
Namun, Denny mengungkapkan, ia tidak yakin dengan independensi dan integritas mayoritas hakim konstitusi.
"Tapi saya tidak yakin atas Independensi dan integritas hakim konstitusi. MK sekarang sebagaimana pula KPK, sudah dikerdilkan dan mudah diintervensi dengan pertimbangan dan kepentingan non-konstitusi," ungkapnya.
Pernyataannya itu terkait dengan pemberian hukuman sanksi teguran tertulis kepada Hakim Guntur Hamzah atas kesalahan yang fundamental. Yakni, mengubah putusan MK.
"Adalah indikasi kuat, bahwa hukuman ringan itu merupakan tukar-guling untuk Hakim Guntur untuk memutus perkara di MK sesuai kepentingan kekuasaan yang melindunginya," katanya.
"Hakim-hakim yang kehilangan integritas, akhirnya tetap bertahan di MK, dan menyebabkan MK kehilangan independensi dan kewibawaan institusionalnya," sambungnya.
Baca juga: Partai Buruh Siapkan Mogok Nasional dan Judicial Review ke MK Jika UU Cipta Kerja Tak Dibatalkan
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana merespons terkait DPR RI sahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi UU Omnibus Law Ciptaker.
Diketahui, DPR RI mengesahkan Perppu Cipta Kerja pada masa persidangan IV tahun 2022-2023, pada Selasa (21/3/2023).
Denny mengatakan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR telah melanggar norma Undang Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
"Dengan menyetujui Perppu Cipta Kerja pada masa sidang DPR sekarang, Presiden dan DPR nyata-nyata melanggar norma UU PPP yang mereka buat sendiri, dan lebih membahayakan, dengan ringan tangan melanggar ketentuan UUD 1945," kata Denny Indrayana, dalam keterangan pers tertulis, Rabu (22/3/2023).
Lebih lanjut, Denny menjelaskan, penerbitan Perppu Cipta Kerja sudah cacat sejak kelahirannya.
Di samping tidak bisa menghadirkan argumentasi yang kokoh atas syarat konstitusional "kegentingan yang memaksa", DPR akhirnya tidak memberikan persetujuan sebagaimana diatur dalam konstitusi.
"Pasal 22 ayat (2) dan (3) UUD 1945 mensyaratkan Perppu harus disetujui DPR pada masa sidang berikutnya, dan harus dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan DPR," jelas Denny.
"Masa sidang berikutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 52 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah '....masa sidang pertana DPR setelah Peraturan Pemerintah pengganti UU ditetapkan'. Itu artinya sudah dilewatu pada tanggal 16 Februari 2023 yang lalu" sambungnya.
Sebelumnya, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah disahkan menjadi Undang-Undang pada Sidang Paripurna IV yang digelar di Gedung Parlemen, Senayan pada Selasa (21/3/2023).