Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tema dan Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, Mengenang Sejarah Pembumihangusan Kota

Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, resmi dari Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, dapat menginspirasi gagasan kreativitas pemuda.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Tema dan Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, Mengenang Sejarah Pembumihangusan Kota
anri.sikn.go.id
Kota Bandung bagian Selatan yang dibakar oleh para pejuang sesaat sebelum ditinggalkan, menghasilkan asap tebal yang membumbung tinggi yang bisa terlihat dari kejauhan - Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, resmi dari Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, dapat menginspirasi gagasan kreativitas pemuda. 

TRIBUNNEWS.COM - Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat.

Tema dan Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api telah diunggah di laman Pemkot Bandung sejak 16 Maret 2023.

Peringatan Bandung Lautan Api diperingati setiap tanggal 24 Maret.

Bertepatan dengan peristiwa pembumihangusan kota Bandung atau disebut Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946 silam.

Pemkot Kota Bandung mengumumkan puncak peringatan Hari Bandung Lautan Api tahun ini rencananya digelar di Plaza Balai Kota Bandung pada hari ini, Jumat, 24 Maret 2023.

Adapun Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, mengutip portal Pemkot Bandung, berikut ini.

Baca juga: Sejarah Bandung Lautan Api, Mengenang Peristiwa Pembumihangusan Kota, Upaya Pertahankan Kemerdekaan

Tema Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api

Berita Rekomendasi

Peringatan Hari Bandung Lautan Api ke-77 Tahun 2023 ini mengangkat tema "Membangun Semangat Kebersamaan dalam Merekatkan Persatuan dan Kesatuan".

Tujuan mengangkat tema ini adalah untuk mengingatkan bangsa Indonesia terhadap sejarah perjuangan pahlawan.

Terutama seluruh elemen pemuda Indonesia yang telah menebar semangat menjaga jiwa patriotisme pemuda Indonesia.

Pemuda juga berhasil menyatukan visi kebangsaan, melahirkan sebuah komitmen kebangsaan yang utuh.

Yaitu bertumpah darah satu tanah air Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

Sesuai dengan isi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Peringatan Hari Bandung Lautan Api tahun ini diharapkan dapat menginspirasi gagasan kreativitas pemuda.

Melalui karya nyata dalam menjawab amanah dan tantangan zaman di era globalisasi.

Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api

Visulaisasi logo Hari Bandung Lautan Api ke-77 Tahun 2023 ini memiliki bentuk menyerupai api obor.

Terdapat bentuk api dan dua tiang dari angka 77 berwarna biru pada logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api.

Simak visual logo HPeringatan ke-77 Bandung Lautan Api yang digunakan untuk peringatan tahun 2023 ini:

Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api.
Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api. (bandung.go.id)

Baca juga: 15 Twibbon Hari Peringatan Bandung Lautan Api serta Cara Menggunakannya

Makna Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api

Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api memiliki beberapa unsur.

Unsur pertama, bentuk api dan dua tiang, merepresentasikan monumen Bandung Lautan Api.

Kedua, dua angka tujung yang direkatkan menjadi satu kesatuan merepresentasikan angka 77 Tahun.

Serta mempresentasikan Monumen Bandung Lautan Api.

Ketiga, tiga bambu runcing dan seorang pahlawan.

Merepresentasikan semangat para pejuang dalam peristiwa Bandung Lautan Api.

Sedangkan, warna kuning kemerahan diatas warna biru, merepresentasikan api yang membakar diatas Bandung.

Sejarah Bandung Lautan Api

Peristiwa ini terjadi karena adanya pertempuran Bandung Lautan Api, pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Dikutip dari Kemendikbud berdasarkan Buku Sejarah Nasional Indonesai VI karya Djanoed Poesponegoro, Marwati dan Nugroho NotosusantoKeamanan, saat itu Indonesia yang belum stabil sebagai negara yang berdiri seumur jagung.

Hal itu membuat kondisi di daerah masih didominasi oleh perebutan kekuasaan serta pertempuran.

Sejak kedatangan pasukan sekutu di bawah Brigade MacDonald pada 12 Oktober 1945.

Hubungan sekutu dengan pemerintah semakin memanas.

Mereka meminta seluruh senjata api yang dimiliki penduduk, kecuali milik Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Polisi diserahkan kepada Sekutu.

Kondisi Bandung semakin memanas saat orang-orang Belanda yang baru saja bebas dari kamp tahanan mulai melakukan tindakan yang mengacaukan keamanan.

Hal tersebut membuat bentrokan antara tentara Sekutu dengan TKR tidak dapat dihindari.

Kemudian pada malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan–badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap markas–markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu.

Setelah tiga hari terjadinya penyerangan markas Sekutu, MacDonald menyampaikan ultimatumnya kepada Gubernur Jawa Barat agar segera mengosongkan wilayah Bandung Utara oleh seluruh warga Indonesia termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum itu harus dilaksanakan selambat–lambatnya pukul 12.00 tanggal 29 November 1945.

Karena adanya ultimatum tersebut, Sekutu membagi kota Bandung Utara menjadi wilayah kekuasaan mereka sedangkan Bandung Selatan kekuasaan pemerintah Republik Indonesia.

Para anggota TKR yang tampak berfoto di depan sebuah mobil pada sesaat sebelum kejadian Bandung Lautan Api.
Para anggota TKR yang tampak berfoto di depan sebuah mobil pada sesaat sebelum kejadian Bandung Lautan Api. (anri.sikn.go.id)

Baca juga: 5 Poin Peristiwa Bandung Lautan Api 24 Maret 1946 sebagai Usaha Mempertahankan Kemerdekaan

Ultimatum dijawab pasukan Indonesia dengan mendirikan pos – pos gerilya di berbagai tempat.

Sekutu juga berusaha untuk membebaskan interniran Belanda di Ciater, Sekutu terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Indonesia di wilayah Lengkong Besar.

Setelah itu pada saat memasuki awal tahun 1946, pertempuran semakin berkobar secara sporadis.

Pertempuran berlangsung, banyak serdadu India yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia.

Satu diantara serdadu India yang membelot di antaranya adalah Kapten Mirza dan pasukannya saat terjadi pertempuran di jalan Fokker (sekarang jalan Garuda) pada pertengahan Maret 1946.

Tidak lama setelah itu, pihak Sekutu menghubungi Panglima Divisi III Jenderal A.H Nasution meminta agar pasukan India tersebut diserahkan kembali kepada Sekutu.

Jelas Nasution menolaknya, bukan hanya untuk mengembalikan pasukan India semata, tetapi juga untuk mengadakan pertemuan dengan pihak Sekutu.

Serangan sporadis dari pasukan Indonesia dan kegagalan mencari penyelesaian di tingkat daerah menyebabkan posisi Sekutu semakin terdesak.

Sekutu pun akhirnya melakukan pendekatan terhadap pihak petinggi pemerintahan Republik Indonesia.

Tepat pada tanggal 23 Maret 1946, mereka menyampaikan ultimatum kepada Perdana Menteri Syahrir agar selambat – lambatnya pada pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946.

Pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung Selatan sejauh 10 sampai 11 kilometer dari pusat kota.

Menanggapi Ultimatum tersebut, Syahrir menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita hadir ke Bandung.

Tentu baik Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum.

Karena sangat mustahil memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.

Mereka menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.

Sementara itu, pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.

Hingga sore hari tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.

Syahrir pun menanggapi ultimatum tersebut, dengan menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita hadir ke Bandung.

Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum karena dianggap sangat mustahil jika harus memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.

Mereka pun akhirnya menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.

Pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.

Tiba pada saat sore harinya tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.

Mereka membuat alasan untuk menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran.

Pihak Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.

Syahrir pun berpendapat bahwa TRI belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.

Keesokannya, Nasution kembali ke Bandung untuk sekali lagi dan melakukan negosiasi terkait penundaan pelaksanaan Ultimatum.

Tetapi, tentara Sekutu tetap pada pendiriannya menolak penundaan Ultimatum.

Bahkan Nasution juga menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.

Pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan akhirnya mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.

Mereka berencana untuk membumihanguskan wilayah itu pada tanggal 24 Maret pukul 00.00.

Tetapi ternyata peristiwa tersebut dilaksanakan lebih awal yakni pukul 21.00.

Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat.

Kemudian disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega.

Anggota TRI membakar sendiri asrama – asrama mereka.

Pada malam tanggal 24 Maret 1946 bukan hanya pasukan bersenjata yang meninggalkan kota Bandung, tetapi seketika kota itu pun terbakar dan menjadi seperti lautan api.

Maka dari peristiwa bersejarah itulah disebut sebagai Bandung Lautan Api.

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas