VIDEO Berawal Herannya Jokowi Harga Beras Tak Turun Saat Panen, Kini Bulog Diminta Impor 2 Juta Ton
Kebijakan impor beras ini, tertuang dalam surat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Republik Indonesia tertanggal 24 Maret 2023
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk impor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.
Hal itu sebagai upaya menjaga stabilitas harga pangan tersebut.
Dari kuota impor tersebut, tahap pertama Bulog diperintahkan untuk segera mengimpor 500 ribu ton beras.
Kebijakan impor beras ini, tertuang dalam surat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Republik Indonesia tertanggal 24 Maret 2023 terkait Penugasan Pengadaan CBP dari Luar Negeri.
Salinan surat itu ditandatangani oleh Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Permintaan impor beras tersebut, merupakan tindak lanjut dari hasil rapat internal bersama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan topik ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idul Fitri 1444 H.
"Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton, sampai dengan akhir Desember 2023."
"Pengadaan 500 ribu ton pertama agar dilaksanakan secepatnya," dikutip dalam salinan surat itu, Senin (27/3/2023).
Kemudian, dijelaskan tambahan pasokan beras tersebut dapat digunakan untuk program stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) beras, pada 21.353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan kebutuhan lainnya.
"Pengadaan beras dari luar negeri tersebut agar tetap menjaga kepentingan produsen dalam negeri, serta memperhatikan aspek akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik (good govermence) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis salinan surat tersebut.
Lebih lanjut, Arief juga menegaskan, Perum Bulog untuk memaksimalkan hasil panen dalam negeri selama masa panen raya.
"Sejalan dengan hal tersebut kami menugaskan Perum Bulog untuk tetap mengoptimalkan penyerapan hasil produksi dalam negeri, terutama selama masa panen raya Maret-Mei 2023," lanjutnya.
Jokowi Heran Harga Beras Tak Turun
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku heran harga beras di dalam negeri tidak kunjung turun, padahal sudah memasuki panen raya.
“Kita lihat masih panen raya. Logikanya panen raya suplainya banyak, mestinya harga turun, nah ini kok ndak. Ini yang baru kita cari. Ini yang senang petaninya tetapi konsumennya pasti akan berteriak. Saya kira keseimbangan itu yang ingin kita jaga,” kata Jokowi usai acara pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu, (15/3/2022).
Menurutnya, pemerintah terus berupaya menyeimbangkan harga gabah petani dengan harga beras ke konsumen.
Namun, dalam mencari titik keseimbangan harga tersebut diakui Jokowi sebuah hal yang sulit.
“Sekali lagi yang sulit itu menyeimbangkan harga agar gabah di petani baik dan wajar. Harga beras di pedagang baik dan wajar, dan harga beras ke konsumen itu baik dan wajar. Yang sulit di situ,” kata Jokowi.
Jokowi menyebut, kalau hanya menurunkan harga beras sebenarnya cukup mudah, yakni dengan melakukan impor sebanyak-banyaknya.
Bila hal itu dilakukan maka akan merugikan para petani di Indonesia.
“Kalau mau menurunkan harga beras sangat mudah sekali. impor sebanyak-banyaknya menuju ke pasar pasti harga turun. Tapi yang kita lakukan sekarang menjaga keseimbangan itu,” katanya.
Kemendag Mendukung
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) buka suara ihwal rencana pemerintah yang akan mengimpor beras sebanyak 2 juta ton hingga akhir tahun 2023.
Dia bilang, pihaknya akan mendukung rencana yang sudah dibahas dalam rapat terbatas (Ratas) itu.
"Kita supporting kalau (sudah) diputuskan rapat terbatas (ratas), ya kita laksanakan. Ya sudah itu saja," ujarnya dikutip dari Kompas.com di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Senin (27/3/2023).
Namun, ketika ditanya perihal kapan beras beras impor tersebut akan masuk ke Indonesia dan asal negara beras tersebut, Zulhas masih enggan bicara.
Pemerintah Disebut Malas Berpikir
Komisi VI DPR mengkritik langkah pemerintah yang berencana melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton pada Maret 2023.
Anggota Komisi VI DPR Amin AK menilai pemerintah malas berpikir dan merancang solusi yang berdimensi jangka panjang untuk mengendalikan stabilitas harga dan pasokan beras.
"Jangankan berswasembada beras, mengendalikan harga dan pasokan saja gagal," katanya kepada Tribunnews, Jumat (17/3/2023).
Menurutnya, impor beras yang telah dilakukan awal 2023 untuk mengintervensi pasar tidak efektif.
Terlebih, meski sejak Februari lalu sudah memasuki panen raya di sentra-sentra produksi beras, harga beras tak kunjung turun.
"Dirut Bulog dalam berbagai kesempatan menyampaikan, beras impor sebanyak 500 ribu ton sudah masuk semua pada 16 Februari 2023 lalu atau sebelum panen raya. Pernyataan itu pun dibenarkan oleh Mendag Zulhas," kata Amin.
"Lah, ini harga beras kok malah terus naik. Lucunya, presiden malah heran dengan fenomena ini. Artinya enggak paham masalah dan solusinya," ujarnya melanjutkan.
Ia menyebut kebijakan impor tidak akan berjalan efektif untuk mengendalikan harga beras karena pemerintah dinilai tidak paham inti masalahnya.
"Kebijakan ini kemungkinan hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, yang berburu cuan atau rente dari impor pangan," kata Amin.
Menurut Amin, tanpa menyelesaikan inti masalahnya, pada akhirnya konsumen tetap harus membayarkan harga beras yang mahal.
Sementara petani yang saat ini masih panen raya, terpaksa harus merugi karena harga jual gabah akan tertekan hingga di bawah biaya produksi.
"Sejak tahun lalu, para ahli sudah mewanti-wanti harga beras akan melonjak karena kenaikan biaya produksi. Biaya produksi naik karena kenaikan biaya input produksi terutama pupuk, tenaga kerja, dan transportasi akibat pengurangan subsidi BBM.
Amin mengatakan pemerintah tidak berhasil menata ulang tata niaga pangan termasuk beras, salah satunya karena tata niaga pangan masih dikendalikan oleh kelompok tertentu.
"Padahal pemerintah punya semua instrumen untuk mewujudkan keberpihakan pada rakyat," katanya.
Melihat harga beras medium yang menyentuh Rp 12 ribu per kg dan harga beras premium mendekati Rp14 ribu per kg, ia menilai lonjakan ini bukan disebabkan kenaikan harga gabah di tingkat petani.
Namun inefisiensi di dalam sistem rantai pasok atau tata niaga perdagangan beras.
Sebagaimana diketahui, menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras di penggilingan sebesar Rp 6.200 - Rp 6. 300 per kg.
Menurut dia, jika semua kementerian menjalankan tupoksinya masing-masing terkait pangan, dia menyakini stabilitas harga dan stok beras dan kebutuhan pokok lainnya bisa cepat diatasi.
"Dalam Raker dengan Komisi VI kemarin, Menteri Perdagangan mengatakan, Kemenko Perekonomian mengambil alih keputusan soal impor ini. Meskipun Mendag tidak setuju, impor harus dijalankan. Lalu apa gunanya Badan Pangan Nasional dan juga bagaimana kewenangan kementerian teknis?" Ujar Amin.
Ia menilai adanya sebuah tumpang tindih kewenangan. Seharusnya masing-masing Kementerian/Lembaga menjalankan tupoksinya.
"Perencanaan lintas sektoral dan lintas daerah disusun oleh Bappenas, konsolidasi anggaran oleh Kementerian Keuangan, dan semua data yang dijadikan acuan harus dari Badan Pusat Statistik (BPS) agar kebijakan yang dikeluarkan berbasis data yang obyektif," kata Amin.