Belajar dari Polemik Kasus Piala Dunia FIFA U-20, Pentingnya Sebuah Bangsa Belajar Sejarah
Kader PDI Perjuangan (PDIP) Novita Hardini pun berpendapat, bahwa kesadaran geopolitik bangsa Indonesia tidak boleh melemah.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik soal gelaran Piala Dunia U-20 masih bergulir hingga kini. Di mana, FIFA membatalkan drawing Piala Dunia di Bali.
Tentu, hal itu menyusul gelombang penolakan soal keikutsertaan Tim Nasional Israel dalam ajang bergengsi sepak bola tersebut di Indonesia.
Kader PDI Perjuangan (PDIP) Novita Hardini pun berpendapat, bahwa kesadaran geopolitik bangsa Indonesia tidak boleh melemah.
Apalagi, kata Novita, kesadaran geopolitik Bung Karno yang dibangun sejak tahun 1930 bahwa kolonialisme dan imperialisme bukan masalah Indonesia semata, namun menjadi persoalan dunia.
Maka Bung Karno mempersatukan negara-negara Asia-Afrika yang terjajah dalam konferensi besar di Bandung 1955, dimana dalam KAA 1955 ada kesepakatan dari negara peserta lewat komunikasi politik dukungan Kemerdekaan Palestina.
Lalu, perjuangan politik Bung Karno membuahkan hasil setelah sukses mengadakan KAA 1955 di Bandung dan setelahnya Membangun Gerakan Non Blok (GNB).
Di mana, GNB bertujuan untuk membangun taranan dunia baru didasari pada terciptanya perdamaian dunia.
Menurut Novita, belajar dari Kasus Piala Dunia FIFA U-20 adalah betapa pentingnya sebuah bangsa belajar sejarah yang benar.
"FIFA pernah dengan tegas menolak Rusia karena serangan militernya terhadap Ukraina," kata Novita, Selasa (28/3/2023).
"Tindakan yang di gelorakan ini menurut saya senafas dengan FIFA yang meminta Rusia keluar dari Piala Dunia 2022," sambungnya.
Bendahara Taruna Merah Putih (TMP) Jawa Timur ini menilai, FIFA seharusnya memiliki sikap standar.
"Bayangkan, Rusia di klaim menganeksasi Ukraina belum sampai satu tahun namun Rusia sudah dilarang bermain pada Piala Dunia 2022 sementara Israel sudah menganeksasi Palestina nyaris 80 tahun," paparnya.
Lebih lanjut, dia menilai, bila FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia karena penolakan ini, maka menjadi konsekuensi besar pembuktian Indonesia berpihak pada kemanusiaan.
Baca juga: Novita Hardini Luncurkan Buku Trenggalek Is The Southern Paradise
Novita juga mengatakan, Indonesia pun tidak boleh berkecil hati. Apalagi, Indonesia adalah bangsa yang besar karena prestasinya.
Dia menyebut, bahwa ajang Piala Dunia U-20 ini bukanlah semata-mata sebagai ajang Event Organizer. Namun, harapan seluruh Bangsa Indonesia adalah bagaimana sepak bola Indonesia dapat kembali menjadi 'Macan Asia'.
"Saya percaya pada Presiden Jokowi dan jajaran Kementerian terkait dapat memberi solusi terbaik dari pada kasus ini," harap istri Bupati Trenggalek ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.