Anggota Komisi III DPR Suarakan Pembentukan Pansus Transaksi Janggal Rp 349 Triliun
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menyuarakan pembentukan panitia khusus (pansus) membahas transaksi janggal Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menyuarakan pembentukan panitia khusus (pansus) membahas transaksi janggal Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.
Hal itu disampaikannya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menko Polhukam Mahfud MD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Awalnya, pria yang akrab disapa Tobas ini mengungkapkan bahwa ada perbedaan data yang disampaikan Mahfud dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait transaksi janggal Rp 349 Triliun.
"Sangat mengejutkan karena saya kemarin ikuti betul paparan bu srimul, ternyata totally diferent. Beda betul. Tadi saya cari sambunagnnya, soal 35 T, yang ada cangkang lepas jadi 3,3 T. Tapi untuk yang lain, misalnya seperti kata Bu Srimul, dari 349 T dari surat yang kedua, kan ada dua surat ya, yang pertama lampirannya 100 yang kedua 300 lampirannya," kata Tobas.
"Menurut Bu Srimul satu surat itu dikirimkan untuk APH lain, 65 surat itu terkait transaksi korporasi yang jumlahnya 253T, kalau yang ke APH 74T, barulah 22 T itu terkait korporasi dan pegawai, di mana dipecah lagi 3,3 T yang berhubungan langsung dengan oknum. Karena itu lebih dulu disampaikan, tadinya saya mau kejar itu. Tapi dari keterangan Pak Mahfud, beda sekali," imbuhnya.
Dikatakan Tobas, satu di antara dua data tersebut pasti salah.
Untuk mencari kebenaran data yang disampaikan, diperlukan Pansus untuk menelusurinya.
Baca juga: Di Hadapan Mahfud MD, Benny K Harman Tantang Menko Polhukam soal Transaksi Janggal: Buka Sejelasnya
"Ini adalah hal yang besar untuk dibongkar, forumnya adalah pansus. sehingga kita bisa adu data. kita cek. Apa yang bisa kita lakukan tindak lanjutnya," ucapnya.
Sebelumnya, Menkopolhukam RI Mahfud MD mengaku geram dicecar oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Penegasan itu disampaikan oleh Mahfud saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Awalnya, Mahfud menyampaikan temuan dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kemenkeu RI yang diungkap dirinya merupakan bagian dari informasi intelejen. Baginya, hal itu biasa saja didapatkan oleh penegak hukum.
Dia pun sering menerima informasi intelejen dari berbagai pihak terkait. Misalnya, saat penangkapan Eks Gubernur Papua Lucas Enembe dalam dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK.
Baca juga: Saat Benny K Harman Sindir Mahfud MD Siapkan Baju Putih untuk Jadi Cawapres Jokowi di Pilpres 2019
"Lucas Enembe ketika jadi tersangka, ngamuk-ngamuk rakyatnya turun, saya panggil PPATK, "Umumkan." Uangnya difreeze. Kalau enggak gitu gak bisa ditangkap dia," jelas Mahfud.
Lalu, Mahfud juga pernah menerima informasi intelejen dari Baintelkam Polri soal adanya gerakan massa di Papua buntut penangkapan Lucas Enembe. Lalu, dia pun langsung menindaklanjuti informasi tersebut.
"Kita tahu dari Baintelkam Polri, "Itu gimana di Papua?" "Pak nasinya cateringnya setiap hari turun. Itu sudah ndak ada kekuatannya." Itu kan intel, masa enggak boleh," jelas Mahfud.
Karena itu, Mahfud menyatakan informasi intelejen merupakan hal yang biasa diterima oleh penegak hukum. Sebaliknya, Mahfud meminta para anggota DPR RI untuk tidak menggeretak dirinya lantaran bisa masuk ke dalam perintangan proses hukum.
Baca juga: Minta Singkirkan Sikap Saling Tuding, Mahfud MD: Pemerintah dan DPR Itu Sejajar
"Jangan gertak-gertak. Saya juga bisa gertak juga, bisa dihukum halang-galangi penyidikan hukum. Dan ini sudah ada yang dihukum 7,5 tahun, Fredrich Yunadi, ya kerja kayak saudara itu, orang mau mengungkap, dihantam," jelas dia.
"Saya bisa. Masih ada itu. Sama saudara kan dengan Fredrich, melindungi SN (Setya Novanto, Red) kan. Ndak boleh di ini. Lalu laporkan orang sembarang semua orang dilaporin sama dia. Kita bilang ke KPK itu menghalang-halangi penyidikan, tangkap. Jadi jangan main ancam-ancam, kita ini sama," sambung dia.
Di sisi lain, Mahfud MD pun menyentil Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yang menyatakan Kemenkopolhukam RI tidak berwenang dalam mengumumkan transaksi mencurigkan tersebut.
"Pak Arsul bicara soal kewenangan, menurut kewenangan polhukan itu tidak berwenang umumkan. Lho, saya tanya, apa dilarang mengumumkan. Kalau tidak berwenang apa dilarang? Kalau dihukum, kalau ada sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan," tukasnya.